Rabu, 26 Mei 2010

SYUKUR

Kata "syukur" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata
ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1)
rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah (menyatakan
lega, senang, dan sebagainya).

Pengertian kebahasaan ini tidak sepenuhnya sama dengan
pengertiannya menurut asal kata itu (etimologi) maupun menurut
penggunaan Al-Quran atau istilah keagamaan.

Dalam Al-Quran kata "syukur" dengan berbagai bentuknya
ditemukan sebanyak enam puluh empat kali. Ahmad Ibnu Faris
dalam bukunya Maqayis Al-Lughah menyebutkan empat arti dasar
dari kata tersebut yaitu,

a. Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh.
Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas dengan sedikit
sekalipun, karena itu bahasa menggunakan kata ini
(syukur) untuk kuda yang gemuk namun hanya membutuhkan
sedikit rumput. Peribahasa juga memperkenalkan ungkapan
Asykar min barwaqah (Lebih bersyukur dari tumbuhan
barwaqah). Barwaqah adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh
subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan.

b. Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur
dilukiskan dengan kalimat syakarat asy-syajarat.

c. Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).

d. Pernikahan, atau alat kelamin.

Agaknya kedua makna terakhir ini dapat dikembalikan dasar
pengertiannya kepada kedua makna terdahulu. Makna ketiga
sejalan dengan makna pertama yang mengambarkan kepuasan dengan
yang sedikit sekalipun, sedang makna keempat dengan makna
kedua, karena dengan pernikahan (alat kelamin) dapat
melahirkan banyak anak.

Makna-makna dasar tersebut dapat juga diartikan sebagai
penyebab dan dampaknya, sehingga kata "syukur" mengisyaratkan
"Siapa yang merasa puas dengan yang sedikit, maka ia akan
memperoleh banyak, lebat, dan subur."

Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar
bahasa Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran,
bahwa kata "syukur" mengandung arti "gambaran dalam benak
tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan." Kata ini
--tulis Ar-Raghib-- menurut sementara ulama berasal dari kata
"syakara" yang berarti "membuka", sehingga ia merupakan lawan
dari kata "kafara" (kufur) yang berarti menutup --(salah satu
artinya adalah) melupakan nikmat dan menutup-nutupinya.

Makna yang dikemukakan pakar di atas dapat diperkuat dengan
beberapa ayat Al-Quran yang memperhadapkan kata syukur dengan
kata kufur, antara lain dalam QS lbrahim (14): 7:

Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku)
untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku
amat pedih.

Demikian juga dengan redaksi pengakuan Nabi Sulaiman yang
diabadikan Al-Quran:

Ini adalah sebagian anugerah Tuhan-Ku, untuk mengujiku
apakah aku bersyukur atau kufur (QS An-Naml [27]: 40).

Hakikat syukur adalah "menampakkan nikmat," dan hakikat
kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara
lain berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang
dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan
pemberinya dengan lidah:

Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau
menyebut-nyebut (QS Adh-Dhuha [93]: ll).

Nabi Muhammad Saw. pun bersabda,

Allah senang melihat bekas (bukti) nikmat-Nya dalam
penampilan hamba-Nya (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).

Sementara ulama ketika menafsirkan firman Allah, "Bersyukurlah
kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku" (QS
Al-Baqarah [2]: 152), menjelaskan bahwa ayat ini mengandung
perintah untuk mengingat Tuhan tanpa melupakannya, patuh
kepada-Nya tanpa menodainya dengan kedurhakaan. Syukur orang
demikian lahir dari keikhlasan kepada-Nya, dan karena itu,
ketika setan menyatakan bahwa, "Demi kemuliaan-Mu, Aku akan
menyesatkan mereka manusia) semuanya" (QS Shad [38]: 82),
dilanjutkan dengan pernyataan pengecualian, yaitu, "kecuali
hamba-hamba-Mu yang mukhlash di antara mereka" (QS Shad [38]:
83). Dalam QS Al-A'raf (7): 17 Iblis menyatakan, "Dan Engkau
tidak akan menemukan kebanyakan dari mereka {manusia)
bersyukur." Kalimat "tidak akan menemukan" di sini serupa
maknanya dengan pengecualian di atas, sehingga itu berarti
bahwa orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang
mukhlish (tulus hatinya).

Dengan demikian syukur mencakup tiga sisi:

a. Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas
anugerah.

b. Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan
memuji pemberinya.

c. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah
yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.

Uraian Al-Quran tentang syukur mencakup sekian banyak aspek.
Berikut akan dikemukakan sebagian di antaranya.

SIAPA YANG HARUS DISYUKURI

Pada prinsipnya segala bentuk kesyukuran harus ditujukan
kepada Allah Swt. Al-Quran memerintahkan umat Islam untuk
bersyukur setelah menyebut beberapa nikmat-Nya,

Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku (QS Al-Baqarah [2]: 152).

Dalam QS Luqman (31): 12 dinyatakan:

Dan sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada
Luqman hikmah, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan
barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk (manfaat) dirinya
sendiri."

Namun demikian, walaupun kesyukuran harus ditujukan kepada
Allah, dan ucapan syukur yang diajarkan adalah "alhamdulillah"
dalam arti "segala puji (hanya) tertuju kepada Allah," namun
ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur kepada mereka
yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Al-Quran secara
tegas memerintahkan agar mensyukuri Allah dan mensyukuri kedua
orang tua (yang menjadi perantara kehadiran kita di pentas
dunia ini.) Surat Luqman (31): 14 menjelaskan hal ini, yaitu
dengan firman-Nya:

Bersyukurlah kepada-Ku, dan kepada dua orang ibu
bapakmu; hanya kepada-Kulah kembalimu.

Walaupun Al-Quran hanya menyebut kedua orangtua --selain
Allah-- yang harus disyukuri, namun ini bukan berarti bahwa
selain mereka tidak boleh disyukuri.

Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak
mensyukuri Allah (Begitu bunyi suatu rtwayat yang
disandarkan kepada Rasul Saw).

MANFAAT SYUKUR BUKAN UNTUK TUHAN

Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali
kepada orang yang bersyukur, sedang Allah Swt. sama sekali
tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit pun dari
syukur makhluk-Nya.

Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia
bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan
barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka
sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan
sesuatu) lagi Mahamulia (QS An-Naml [27]: 40)

Karena itu pula, manusia yang meneladani Tuhan dalam
sifat-sifat-Nya, dan mencapai peringkat terpuji, adalah yang
memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang diberi) atau
ucapan terima kasih.

Al-Quran melukiskan bagaimana satu keluarga (menurut riwayat
adalah Ali bin Abi Thalib dan istrinya Fathimah putri
Rasulullah Saw.) memberikan makanan yang mereka rencanakan
menjadi makanan berbuka puasa mereka, kepada tiga orang yang
membutuhkan dan ketika itu mereka menyatakan bahwa,

Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki
balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima
kasih) (QS Al-Insan [76]: 9).

Walaupun manfaat syukur tidak sedikit pun tertuju kepada
Allah, namun karena kemurahan-Nya, Dia menyatakan diri-Nya
sebagai Syakirun 'Alim (QS Al-Baqarah [2]: 158), dan Syakiran
Alima (QS An-Nisa' [4]: 147), yang keduanya berarti, Maha
Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan
menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk
yang bersyukur. Syukur Allah ini antara lain dijelaskan oleh
firman-Nya dalam surat Ibrahim (14): 7 yang dikutip di atas.

BAGAIMANA CARA BERSYUKUR?

Di atas telah dijelaskan bahwa ada tiga sisi dari syukur,
yaitu dengan hati, lidah, dan anggota tubuh lainnya. Berikut
akan dirinci penjelasan tentang masing-masing sisi tersebut.

a. Syukur dengan hati

Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa
nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan
kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk
menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan
keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga
mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan,
dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahuya pujian
kepada-Nya. Qarun yang mengingkari keberhasilannya atas
bantuan Ilahi, dan menegaskan bahwa itu diperolehnya
semata-mata karena kemampuannya, dinilai oleh Al-Quran sebagai
kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya (Baca kisahnya dalam
surat Al-Qashash (28): 76-82).

Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa mala petaka
pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu,
tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti
lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi. Dari
sini syukur --seperti makna yang dikemukakan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang dikutip di atas-- diartikan oleh orang
yang bersyukur dengan "untung" (merasa lega, karena yang
dialami lebih ringan dari yang dapat terjadi).

Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan
tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada
Allah.

Sujud syukur adalah perwujudan dari kesyukuran dengan hati,
yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar
nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur dapat
dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan
membandingkan keadaannya dengan keadaan orang yang sujud.
(Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si
penderita itu).

Sujud syukur dilakukan dengan meletakkan semua anggota sujud
di lantai yakni dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan
kedua ujung jari kaki)--seperti melakukan sujud dalam shalat.
Hanya saja sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua
kali sebagaimana dalam shalat. Karena sujud itu bukan bagian
dan shalat, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah
walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan
sewaktu-waktu dan secara spontanitas. Namun tentunya akan
sangat baik bila melakukan sujud disertai dengan wudu.

b. Syukur dengan lidah

Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber
nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya.Al-Quran, seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar
pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi
"al-hamdulillah."

Hamd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji,
walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun
kepada yang lain.

Kata "al" pada "al-hamdulillah" oleh pakar-pakar bahasa
disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti "keseluruhan".
Sehingga kata "al-hamdu" yang ditujukan kepada Allah
mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala
pujian adalah Allah Swt., bahkan seluruh pujian harus tertuju
dan bermuara kepada-Nya.

Jika kita mengembalikan segala puji kepada Allah, maka itu
berarti pada saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau
kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus
dikembalikan kepada Allah Swt., sebab kecantikan dan kebaikan
itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada 1ahirnya ada
perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata
manusia dinilai "kurang baik", maka harus disadari bahwa
penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam
menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada
sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga
penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur dengan lidah
adalah "al- hamdulillah" (segala puji bagi Allah).

c. Syukur dengan perbuatan

Nabi Daud a.s. beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh
aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga
Allah berpesan,

Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur! (QS
Saba [34]: 13).

Yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang
diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau
penganugerahannya.

Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya
agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh
Allah. Ambillah sebagai contoh lautan yang diciptakan oleh
Allah Swt. Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan
penciptaannya melalui firman-Nya:

Dialah (Allah) yang menundukkan 1autan (untuk kamu) agar
kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan
(agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang
kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya,
dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah
disebut) semoga kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 14).

Ayat ini menjelaskan tujuan penciptaan laut, sehingga
mensyukuri nikmat laut, menuntut dari yang bersyukur untuk
mencari ikan-ikannya, mutiara dan hiasan yang lain, serta
menuntut pula untuk menciptakan kapal-kapal yang dapat
mengarunginya, bahkan aneka pemanfaatan yang dicakup oleh
kalimat "mencari karunia-~Nya".

Dalam konteks inilah terutama realisasi dan janji Allah,

Apabila kamu bersyukur maka pasti akan Kutambah
(nikmat-Ku) (QS Ibrahim [14]: 7)

Betapa anugerah Tuhan tidak akan bertambah, kalau setiap
jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap hembusan angin
yang bertiup di udara, setiap tetes hujan yang tercurah dan
langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia?

Di sisi lain, lanjutan ayat di atas menjelaskan bahwa "Kalau
kamu kufur (tidak mensyukuri nikmat atau menutupinya tidak
menampakkan nikmatnya yang masih terpendam di perut bumi, di
dasar laut atau di angkasa), maka sesungguhnya siksa-Ku amat
pedih."

Suatu hal yang menarik untuk disimak dari redaksi ayat ini
adalah kesyukuran dihadapkan dengan janji yang pasti lagi
tegas dan bersumber dari-Nya langsung (QS Ibrahim [14):7)
Tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa; itu pun
tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak
bersyukur(QS Ibrahim [14]:7).

Siksa dimaksud antara lain adalah rasa lapar, cemas, dan
takut.

Allah telah membuat satu perumpamaan (dengan) sebuah
negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru,
tetapi (penduduknya) kufur (tidak bersyukur atau tidak
bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang
terpendam). Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka
mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan
oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan (QS
An-Nahl [16]: 112).

Pengalaman pahit yang dilukiskan Allah ini, telah terjadi
terhadap sekian banyak masyarakat bangsa, antara lain, kaum
Saba --satu suku bangsa yang hidup di Yaman dan yang pernah
dipimpin oleh seorang Ratu yang amat bijaksana, yaitu Ratu
Balqis Surat Saba (34): 15-19 menguraikan kisah mereka, yakni
satu masyarakat yang terjalin persatuan dan kesatuannya,
melimpah ruah rezekinya dan subur tanah airnya. Negeri
merekalah yang dilukiskan oleh Al-Quran dengan baldatun
thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Mereka pulalah yang diperintah
dalam ayat-ayat tersebut untuk bersyukur, tetapi mereka
berpaling dan enggan sehingga akhirnya mereka
berserak-serakkan, tanahnya berubah menjadi gersang,
komunikasi dan transportasi antar kota-kotanya yang tadinya
lancar menjadi terputus, yang tinggal hanya kenangan dan buah
bibir orang saja. Demikian uraian Al-Quran. Dalam konteks
keadaan mereka, Allah berfirman,

Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka
disebabkan kekufuran (keengganan bersyukur) mereka. Kami
tidak menjatuhkan siksa yang demikian kecuali kepada
orang-orang yang kufur(QS Saba [34]: 17).

Itulah sebagian makna firman Allah yang sangat populer:

Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku)
untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku
amat pedih (QS Ibrahim [14]: 7).

KEMAMPUAN MANUSIA BERSYUKUR

Pada hakikatnya manusia tidak mampu untuk mensyukuri Allah
secara sempurna, baik dalam bentuk kalimat-kalimat pujian
apalagi dalam bentuk perbuatan. Karena itu ditemukan dua ayat
dalam Al-Quran yang menunjukkan betapa orang-orang yang dekat
kepada-Nya sekalipun, tetap bermohon agar dibimbing, diilhami
dan diberi kemampuan untuk dapat mensyukuri nikmat-Nya.

Dia berdoa, "Wahai Tuhanku, berilah aku ilham untuk
mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau anugerahkan
kepadaku dan kepada kedua orang ibu bapakku, dan untuk
mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai..." (QS
An-Nam1 [27]: 19).

Ia berdoa, "Wahai Tuhanku, tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku
dan kepada ibu-bapakku, dan supaya aku dapat berbuat
amal saleh yang engkau ridhai" (QS Al-Ahqaf [46]: 15).

Nabi Saw. juga berdoa dan mengajarkan doa itu untuk
dipanjatkan oleh umatnya,

Wahai Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur
untuk-Mu, dan beribadah dengan baik bagi-Mu.

Permohonan tersebut sangat diperlukan, paling tidak disebabkan
oleh dua hal:

Pertama, manusia tidak mampu mengetahui bagaimana cara yang
sebaik-baiknya untuk memuji Allah, dan karena itu pula Allah
mewahyukan kepada manusia pilihan-Nya kalimat yang sewajarnya
mereka ucapkan. Tidak kurang dari lima kali ditemukan dalam
Al-Quran perintah Allah yang berbunyi. Wa qul' "Alhamdulillah"
(Katakanlah, "Alhamdulillah").

Mengapa manusia tidak mampu untuk memuji-Nya? Ini disebabkan
karena pujian yang benar menuntut pengetahuan yang benar pula
tentang siapa yang dipuji. Tetapi karena pengetahuan manusia
tidak mungkin menjangkau hakikat Allah Swt., maka tidak
mungkin pula ia akan mampu memuja dan me~nuji-Nya dengan benar
sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya.

Mahasuci Engkau, Kami tidak mampu melukiskan pujian
untuk-Mu, karena itu (pujian) kami sebagaimana pujian-Mu
terhadap diri-Mu.

Atas dasar ini, maka seringkali pujian yang dipersembahkan
kepada Allah, didahului oleh kata "Subhana" atau yang seakar
dengan kata itu. Perhatikanlah firman-Nya dalam surat
Asy-Syura ayat 5:

Para malaikat bertasbih sambil memuji Tuhan mereka.

Atau dalam surat Ar-Ra'd (13): 13:

Guntur bertasbih sambil memuji-Nya.

Bahkan manusia pun di dalam shalat mendahulukan "tasbih"
(pensucian Tuhan dari segala kekurangan) atas "hamd" (pujian),
karena khawatir jangan sampai pujian yang diucapkan itu tak
sesuai dengan keagungan-Nya. "Subhana Rabbiyal 'Azhim wa bi
hamdihi" ketika rukuk, dan "Subhana Rabbiyal 'Ala wa bi
hamdihi" ketika sujud.

Alasan kedua mengapa kita memohon petunjuk-Nya untuk bersyukur
adalah karena setan selalu menggoda manusia yang targetnya
antara lain adalah mengalihkan mereka dari bersyukur kepada
Allah. Surat Al-A'raf ayat 17 menguraikan sumpah setan di
hadapan Allah untuk menggoda dan merayu manusia dari arah
depan, belakang, kiri, dan kanan mereka sehingga akhirnya
seperti ucap setan yang diabadikan Al-Quran "Engkau -(Wahai
Allah)- tidak menemukan kebanyakan mereka bersyukur".

Sedikitnya makhluk Allah yang pandai bersyukur ditegaskan
berkali-kali oleh Al-Quran, secara langsung oleh Allah sendiri
seperti firman-Nya:

Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia,
tetapi kebanyakan manusia tida1k bersyukur (QS
Al-Baqarah [2]: 243).

Dalam ayat lain disebutkan:

Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada
Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang
bersyukur (QS Saba' [34]: 13) .

Hakikat yang sama diakui pula oleh hamba-hamba pilihan-Nya
seperti yang diabadikan Al-Quran dari ucapan Nabi Yusuf a.s.,

Kebanyakan manusia tidak bersyukur (QS Yusuf [12]: 38).

Hakikat di atas tercermin juga dari penggunaan kata syukur
sebagai sifat dari hamba Allah. Hanya dua orang dari mereka
yang disebut oleh Al-Quran sebagai hamba Allah yang telah
membudaya dalam dirinya sifat syukur, yaitu Nabi Nuh a.s. yang
dinyatakan-Nya sebagai "Innahu kanna 'abdan syakura"
(Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur)
(QS Al-Isra' [17]: 3), dan Nabi Ibrahim a.s. dengan
firman-Nya, "Syakiran li an'umihi" (yang mensyukuri
nikmat-nikmat Allah) (QS An-Nahl [16): 12l).

Al-Quran menggarisbawahi bahwa biasanya kebanyakan manusia
hanya berjanji untuk bersyukur saat mereka menghadapi
kesulitan. Al-Quran menjelaskan sikap sementara orang yang
menghadapi gelombang yang dahsyat di laut:.

Maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengihlaskan
ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata),
"Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari
bencana ini, maka pastilah kami akan termasuk
orang-orang yang bersyukur" (QS Yunus 110]: 22).

Demikian juga dalam surat Al-An'am (6): 63.

Katakanlah, "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari
bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa
kepada-Nya dengan berendah dri dengan suara yang lembut
(dengan mengatakan): Sesungguhnya, jika Dia
menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami
menjadi bagian orang-orang yang bersyukur" (QS Al-An'am
[6]: 63).

APA YANG HARUS DISYUKURI?

Pada dasarnya segala nikmat yang diperoleh manusia harus
disyukurinya. Nikmat diartikan oleh sementara ulama sebagai
"segala sesuatu yang berlebih dari modal Anda". Adakah manusia
memiliki sesuatu sebagai modal? Jawabannya, "Tidak". Bukankah
hidupnya sendiri adalah anugerah dari Allah?

Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa,
sedang ia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat
disebut? (QS Al-Insan [76]: 1).

Nikmat Allah demikian berlimpah ruah, sehingga Al-Quran
menyatakan,

Seandainya kamu (akan) menghitung nikmat Allah, niscaya
kamu tidak akan sanggup menghitungnya (QS Ibrahim [14]:
34).

Al-Biqa'i dalam tafsirnya terhadap surat Al-Fatihah
mengemukakan bahwa "al-hamdulillah" dalam surat Al-Fatihah
menggambarkan segala anugerah Tuhan yang dapat dinikmati oleh
makhluk, khususnya manusia. Itulah sebabnya --tulisnya lebih
jauh-- empat surat lain yang juga dimulai dengan
al-hamdulillah masing-masing menggambarkan kelompok nikmat
Tuhan, sekaligus merupakan perincian dari kandungan nikmat
yang dicakup oleh kalimat al-hamdulillah dalam surat
Al-Fatihah itu. Karena Al-Fatihah adalah induk Al-Quran dan
kandungan ayat-ayatnya dirinci oleh ayat-ayat lain.

Keempat surat yang dimaksud adalah:

1. Al-An'am (surat ke-6) yang dimulai dengan,

Segala puji bagi Allah Yang te1ah menciptakan langit dan
bumi, dan mengadakan gelap dan terang.

Ayat ini mengisyaratkan nikmat wujud di dunia ini dengan
segala potensi yang dianugerahkan Allah baik di darat, laut,
maupun udara, serta gelap dan terang.

2. Al-Kahf (surat ke-18), yang dimulai dengan,

Segala puji bagi Allah yang te1ah menurunkan kepada
hamba-Nya Al-Kitab (Al-Quran), dan tidak membuat
kebengkokan (kekurangan) di dalamnya.

Di sini diisyaratkan nikmat-nikmat pemeliharaan Tuhan yang
dianugerahkannya secara aktual di dunia ini. Disebut pula
nikmat-Nya yang terbesar yaitu kehadiran Al-Quran di
tengah-tengah umat manusia, untuk "mewakili" nikmat-nikmat
pemeliharaan lainnya.

3. Saba' (surat ke-34), yang dimulai dengan,

Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi, dan bagi-Nya pula
segala puji di akhirat. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana
lagi Maha Mengetabui.

Ayat ini mengisyaratkan nikmat Tuhan di akhirat kelak, yakni
kehidupan baru setelah mengalami kematian di dunia, di mana
dengan kehadirannya di sana manusia dapat memperoleh
kenikmatan abadi.

4. Fathir (surat ke-35), yang dimulai dengan,

Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang
menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan untuk mengurus
berbagai macam urusan (di dunia dan di akhirat), yang
mempunyai sayap masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan
empat.

Ayat ini adalah isyarat tentang nikmat-nikmat abadi yang akan
dianugerahkan Allah kelak setelah mengalami hidup baru di
akhirat.

Setiap rincian yang terdapat dalam keempat kelompok nikmat
yang dicakup oleh keempat surat di atas, menuntut syukur
hamba-Nya baik dalam bentuk ucapan al-hamdulillah, maupun
pengakuan secara tulus dari lubuk hati, serta mengamalkan
perbuatan yang diridhai-Nya.

Di atas dikemukakan secara global nikmat-nikmat-Nya yang
mengharuskan adanya syukur. Dalam beberapa ayat lainnya
disebut sekian banyak nikmat secara eksplisit, antara lain:

1. Kehidupan dan kematian

Bagaimana kamu mengkufuri (tidak mensyukuri nikmat)
Allah, padahal tadinya kamu tiada, lalu kamu dihidupkan,
kemudian kamu dimatikan, lalu dihidupkan kembali. (QS
A1Baqarah [2]: 28).

2. Hidayat Allah

Hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (QS Al-Baqarah
[2]: 185).

3. Pengampunan-Nya, antara lain dalam firman-Nya.

Kemudian setelah itu Kami maafkan kesalahanmu agar kamu
bersyukur (QS Al-Baqarah [2]: 52)

4. Pancaindera dan akal.

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu
pendengaran, penglihatan, dan hati, supaya kamu
bersyukur (QS An-Nahl [16]: 78).

5. Rezeki

Dan diberinya kamu rezeki yang baik-baik agar kamu
bersyukur (QS Al-Anfal [8]: 26).

6. Sarana dan prasarana antara lain

Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu)
agar kamu dapat memakan daging (ikan) yang segar
darinya, dan kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan
yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar
padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dan
karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]:
14) .

7. Kemerdekaan

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai
kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kamu ketika Dia
mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikannya kamu
orang-orang yang merdeka (bebas dari penindasan Fir'aun)
(QS Al-Maidah [5]: 20)

Masih banyak lagi nikmat-nikmat lain yang secara eksplisit
disebut oleh Al-Quran.

Dalam surat Ar-Rahman (surat ke-55), Al-Quran membicarakan
aneka nikmat Allah dalam kehidupan dunia ini dan kehidupan
akhirat kelak. Hampir pada setiap dua nikmat yang disebutkan.
Quran mengulangi satu pertanyaan dengan redaksi yang sama
yaitu,

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari?

Pertanyaan tersebut terulang sebanyak tiga puluh satu kali.
Sementara ulama menganalisis jumlah itu dan mengelompokkannya
untuk sampai pada suatu kesimpulan.

Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat Tuhan dalam
kehidupan di dunia ini, antara lain nikmat pengajaran
Al-Quran, pengajaran berekspresi, langit, bumi, matahari,
lautan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.

Tujuh pertanyaan berkaitan dengan ancaman siksa neraka di
akhirat nanti. Perlu diingat bahwa ancaman adalah bagian dari
pemeliharaan dan pendidikan, serta merupakan salah satu nikmat
Tuhan.

Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat Tuhan yang
diperoleh dalam surga pertama.

Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat-Nya pada
surga kedua.

Dari hasil pengelompokan demikian, para ulama menyusun semacam
"rumus", yaitu siapa yang mampu mensyukuri nikmat-nikmat Allah
yang disebutkan dalam rangkaian delapan pertanyaan pertama
--syukur seperti makna yang dikemukakan di atas-- maka ia akan
selamat dari ketujuh pintu neraka yang disebut dalam ancaman
dalam tujuh pertanyaan berikutnya. Sekaligus dia dapat memilih
pintu-pintu mana saja dari kedelapan pintu surga, baik surga
pertama maupun surga kedua, baik Surga (kenikmatan duniawi)
maupun kenikmatan ukhrawi.

WAKTU DAN TEMPAT BERSYUKUR

Segala puji bagi Allah yang memelihara apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi, dan bagi-Nya (pula)
segala puji di akhirat. Dialah yang Maha Bijaksana lagi
Maha Mengetahui (QS Saba' [34]: l).

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt. harus disyukuri, baik
dalam kehidupan dunia sekarang maupun di akhirat kelak. Salah
satu ucapan syukur di akhirat adalah dari mereka yang masuk
surga yang berkata,

Al-hamdulillah --segala puji bagi Allah-- yang memberi
petunjuk bagi kami (masuk ke surga ini). Kami tidak
memperoleh petunjuk ini, seandainya Allah tidak
memberikan kami petunjuk (QS Al-A'raf [7]: 43).

Demikian terlihat bahwa syukur dilakukan kapan dan di mana
saja di dunia dan di akhirat.

Dalam konteks syukur dalam kehidupan dunia ini, A1-Quran
menegaskan bahwa Allah Swt. menjadikan malam silih berganti
dengan siang, agar manusia dapat menggunakan waktu tersebut
untuk merenung dan bersyukur, "Dia yang menjadikan malam dan
siang silih berganti, bagi orang yang ingin mengambil
pelajaran atau orang yang ingin bersyukur (QS A1-Furqan [25]:
62).

Dalam surat Ar-Rum (30): 17-18 Allah memerintahkan,

Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di
petang hari, dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan
bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di
waktu kamu berada pada petang hari dan ketika kamu
berada di waktu zuhur.

Segala aktivitas manusia --siang dan malam-- hendaknya
merupakan manifestasi dari syukurnya. Syukur dengan 1idah
dituntut saat seseorang merasakan adanya nikmat Ilahi. Itu
sebabnya Nabi Saw. tidak jemu-jemunya mengucapkan,
"Alhamdulillah" pada setiap situasi dan kondisi.

Saat bangun tidur beliau mengucapkan,

Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan
(membangunkan) kami, setelah mematikan (menidurkan) kami
dan kepada-Nya-lah (kelak) kebangkitan.

Atau membaca,

Segala puji bagi Allah yang mengembalikan kepadaku
ruhku, memberi afiat kepada badanku, dan mengizinkan aku
mengingat-Nya.

Ketika bangun untuk ber-tahajjud beliau membaca,

Wahai Allah, bagimu segala pujian. Engkau adalah
pengatur langit dan bumi dan segala isinya. Bagimu
segala puji, Engkau adalah pemilik kerajaan langit dan
bumi dan segala isinya ...

Ketika berpakaian beliau membaca,

Segala puji bagi Allah yang menyandangiku dengan
(pakaian) ini, menganugerahkannya kepadaku tanpa
kemampuan dan kekuatan (dari diriku).

Sesudah makan beliau mengucapkan,

Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan
memberi kami minum dan menjadikan kami (kaum) Muslim.

Ketika akan tidur, beliau berdoa,

Dengan namamu Ya Allah aku hidup dan mati. Wahai Allah,
bafli-Mu segala puji, Engkau Pemelihara langit dan bumi.

Demikian seterusnya pada setiap saat, dalam berbagai situasi
dan kondisi.

Apabila seseorang sering mengucapkan al-hamdulillah, maka dari
saat ke saat ia akan selalu merasa berada dalam curahan rahmat
dan kasih sayang Tuhan. Dia akan merasa bahwa Tuhan tidak
membiarkannya sendiri. Jika kesadaran ini telah berbekas dalam
jiwanya, maka seandainya pada suatu, saat ia mendapat cobaan
atau merasakan kepahitan, dia pun akan mengucapkan,

Segala puji bagi Allah, tiada yang dipuja dan dipuji
walau cobaan menimpa, kecuali Dia semata.

Kalimat semacam ini terlontar, karena ketika itu dia sadar
bahwa seandainya apa yang dirasakan itu benar-benar mempakan
malapetaka, namun limpahan karunia-Nya sudah sedemikian
banyak, sehingga cobaan dan malapetaka itu tidak lagi berarti
dibandingkan dengan besar dan banyaknya karunia selama ini.

Di samping itu akan terlintas pula dalam pikirannya, bahwa
pasti ada hikmah di belakang cobaan itu, karena Semua
perbuatan Tuhan senantiasa mulia lagi terpuji.

SIAPA YANG DISYUKURI ALLAH?

Al-Quran juga berbicara menyangkut siapa dan bagaimana upaya
yang harus dilakukan sehingga wajar disyukuri. Dua kali kata
masykur dalam arti yang disyukuri terulang dalam Al-Quran.
Pertama adalah,

Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi),
maka Kami segerakan baginya di dunia ini apa yang Kami
kehendaki bagi orang-orang yang Kami kehendaki, dan Kami
tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya
dalam keadaaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang
menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu
dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah Mukmin, maka
mereka itu adalah orang-orang yang usahanya disyukuri
(dibalas dengan baik). Kepada masing-masing golongan
baik yang ini (menghendaki dunia saja) maupun yanp itu
(yang menghendaki akhirat melalui usaha duniawi), Kami
berikan bantuan dari kemewahan Kami. Dari kemurahan
Tuhanmu tidak dapat dihalangi (QS Al-Isra' [17]: 18-20).

Kedua adalah:

Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu
adalah disyukuri (QS Al-Insan [76]: 22).

Isyarat "ini" dalam ayat di atas adalah berbagai kenikmatan
surgawi yang dijelaskan oleh ayat-ayat sebelumnya, dari ayat
12 sampai dengan ayat 22 surat 76 (Al-Insan).

Surat Al-Isra' ayat 17-20 berbicara tentang dua macam usaha
yang lahir dari dua macam visi manusia. Ada yang visinya
terbatas pada "kehidupan sekarang", yakni selama hidup di
dunia ini, tidak memandang jauh ke depan. "Kehidupan sekarang"
diartikan detik dan jam atau hari dekat hidupnya, boleh jadi
juga "sekarang" berarti masa hidupnya di dunia yang
mengantarkannya bervisi hanya puluhan tahun. Ayat di atas
menjanjikan bahwa jika mereka berusaha akan memperoleh sukses
sesuai dengan usahanya; itu pun bila dikehendaki Allah. Tetapi
setelah itu mereka akan merasa jenuh dan mandek, karena
keterbatasan visi tidak lagi mendorongnya untuk berkreasi.
Nah, ketika itulah lahir rutinitas yang pada akhirnya
melahirkan kehancuran. Hakikat ini bisa terjadi pada tingkat
perorangan atau masyarakat. Kejenuhan dengan segala dampak
negatif yang dialami oleh anggota masyarakat bahkan masyarakat
secara umum di dunia yang menganut paham sekularisme --setelah
mereka mencapai sukses duniawi-- merupakan bukti nyata dari
kebenaran hakikat yang diungkapkan A1-Quran di atas. Tetapi
jika pandangan kita jauh ke depan, visi seseorang atau
masyarakat melampaui kehidupan dunianya, maka ia tidak pernah
akan berhenti-bagai seseorang yang menggantungkan cita-citanya
melampaui ketinggian bintang. Ketika itu dia akan terus
berusaha dan berkreasi, sehingga tidak pernah merasakan
kejenuhan, karena di balik satu sukses masih dapat diraih
sukses berikutnya. Memang Allah menjajikan untuk terus-menerus
dan sementara menambah petunjuk-Nya bagi mereka yang telah
mendapat petunjuk.

Dan Allah sementara menambah petunjuk-Nya bagi
orang-orang yang mendapat petunjuk (QS Maryam [19]: 76).

Orang yang demikian itulah yang semua usahanya disyukuri
Allah. Mereka yang disyukuri itu akan memperoleh surga
sebagaimana dilukiskan oleh kata masykur pada ayat kedua yang
menggunakan kata ini, yakni surat Al-Insan ayat 22.

***

Demikian sekelumit uraian Al-Quran tentang syukur. Kalaulah
kita tidak mampu untuk masuk dalam kelompok minoritas
--orang-orang yang pandai bersyukur (atau dalam istilah
Al-Quran asy-syakirun, yakni orang-orang yang telah mendarah
daging dalam dirinya hakikat syukur dalam ketiga sisinya:
hati, lidah, dan perbuatan)-- maka paling tidak kita tetap
harus berusaha sekuat kemampuan untuk menjadi orang yang
melakukan syukur --atau dalam istilah Al-Quran yasykurun--
betapapun kecilnya syukur itu. Karena seperti bunyi sebuah
kaidah keagamaan,

Sesuatu yang tidak dapat diraih seluruhnya, jangan
ditinggalkan sama sekali. []

Jumat, 21 Mei 2010

Kata-kata mutiara islam

* Ada dua perkara yang jika Anda Amalkan, Anda akan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat: Menerima sesuatu yang tidak Anda sukai, jika sesuatu itu disukai Allah. Dan membenci sesuatu yang Anda sukai, jika sesuatu itu dibenci oleh Allah.”
(Abu Hazim)
* Ada enam perkara, apabila dimiliki oleh seseorang maka telah sempurnalah keimanannya : (1) memerangi musuh Allah dengan pedang, (2) tetap menyempurnakan puasa walaupun di musim panas, (3) tetap menyempurnakan wudhu walaupun di musim dingin, (4) tetap bergegas menuju mesjid (untuk melaksanakan shalat berjama’ah) walaupun di saat mendung, (5) meninggalkan perdebatan dan berbantah-bantahan walaupun ia tahu bahwa ia berada di pihak yang benar dan (6) bersabar saat ditimpa musibah.”
(Yahya bin Muadz)
* Ada tiga golongan orang yang paling menyesal pada hari kiamat : (1) orang yang memiliki budak ketika di dunia, ternyata pada hari kiamat budak tersebut memiliki prestasi amal yang lebih baik darinya, (2) orang yang mempunyai harta tetapi tidak mau bersedekah dengannya sampai ia meninggal dunia, kemudian harta tersebut diwarisi oleh orang yang memanfaatkan harta tersebut untuk bersedekah di jalan Allah, dan (3) orang yang mempunyai ilmu tetapi ia tidak mau mengambil manfaat dari ilmunya, lalu ilmu tersebut diketahui oleh orang lain yang mampu mengambil manfaat darinya.”
(Sufyan bin ‘Uyainah)
* Akhlak yang paling mulia adalah menyapa mereka yang memutus silaturahim, memberi kepada yang kikir terhadapmu, dan memaafkan mereka yang menyalahimu.”
(HR Ibnu Majah)
* Aku belum pernah melihat orang yang paling lama bersedih daripada al-Hasan. Ia berkata, kita tertawa, sementara bisa jadi Allah yang telah melihat amal-amal yang telah kita perbuat berfirman, ‘Aku tidak mau menerima amal-amal kalian sedikitpun.’”
(Yunus bin ‘Ubaid)
* Aku jamin rumah di dasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah di tengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.”
(HR Abu Daud)
* Aku menangis bukan karena takut mati atau karena kecintaanku kepada dunia. Akan tetapi, yang membuatku menangis adalah kesedihanku karena aku tidak bisa lagi berpuasa dan shalat malam.”
(‘Amir bin ‘Abdi Qais)
* Aku tidak suka menjadi seorang pedagang budak. Akan tetapi, menjadi pedagang budak lebih aku sukai daripada aku menimbun bahan makanan sambil menunggu naiknya harga yang memberatkan sesama muslim.”
(Yazid bin Maisaroh)
* Amal yang paling baik adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Jika amal itu ikhlas tapi tidak benar, maka tidaklah diterima. Jika amal itu benar tapi tidak ikhlas, juga tidak akan diterima kecuali jika dilakukan secara ikhlas. Ikhlas artinya dilakukan hanya karena Allah. Adapun benar artinya adalah sesuai dengan sunnah (tuntunan dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam).”
(Fudhail bin ‘Iyadh)
* Apa pendapat Anda bila ada seseorang yang pakaiannya terkena air kencing, lalu ia hendak mensucikannya dengan air kencing pula? Mungkinkah air kencing itu dapat mensucikannya? Tentu saja tidak! Kotoran tidak dapat disucikan kecuali dengan sesuatu yang suci. Begitu pula halnya keburukan yang pernah kita lakukan, tidak akan dapat terhapus kecuali dengan memperbanyak melakukan kebaikan.”
(Sufyan ats-Tsauri)
* Apabila akhirat ada dalam hati, maka akan datanglah dunia menemaninya. Tapi apabila dunia ada di hati maka akhirat tidaklah akan menemaninya. Itu karena akhirat mulia dan dermawan, sedangkan dunia adalah hina”
(Abu Sulaiman Ad Daroni)
* Apabila Anda berharap agar Allah senantiasa menganugerahkan kepada Anda apa-apa yang Anda cintai dan sukai maka hendaklah Anda senantiasa menjaga dan melaksanakan apa-apa yang dicintai dan disukai oleh Allah.”
(Salah seorang ahli hikmah)
* Apabila kalian senang Allah ta’ala dan Rasul-Nya mencintai kalian, maka tunaikanlah amanah kalian, dan benarlah jika berbicara, dan bertetanggalah dengan baik kepada tetangga kalian.”
(HR Imam Suyuthi)
* Ayahku pernah mengatakan bahwa apabila ‘Ali bin al-Husain selesai berwudhu dan telah bersiap untuk shalat, tubuhnya akan gemetar dan menggigil. Pernah ada seorang lelaki yang bertanya kepadanya tentang hal itu, maka ‘Ali bin al-Husain menjawab, ‘Celakalah Engkau! Tidakkah kau tahu, kepada siapa aku akan menghadap? Dan kepada siapa aku akan bermunajat?’”
(al-’Utaibi)

Rabu, 12 Mei 2010

Jilbab Busana Seorang Muslimah

"Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

(QS. Al Ahzaab (33) : 59)

Jilbab. Akhir-akhir ini kata tersebut semakin marak terdengar di telinga kita seiring dengan semakin semaraknya saudara-saudara kita para muslimah memakainya dalam kehidupannya sehari-hari. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan jilbab itu ? Apa pula dasar hukumnya dan mengapa Islam mewajibkan kaum hawa untuk mengenakannya di dalam kesehariannya ?

1. Pengertian Jilbab

Islam sebagai agama yang bersifat universal dalam arti mempunyai aturan-aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dimana di dalamnya terdapat aturan/hukum-hukum yang mengatur masalah pakaian baik itu bagi laki-laki maupun bagi perempuan, yang pada intinya pakaian itu baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan digunakan sebagai penutup aurat sebagaimana disebutkan di dalam Al Qur'an. Firman Allah :

"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi 'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS. Al A'raaf (7) : 26-27)

Sehingga yang menjadi permasalahan sekarang adalah manakah batas-batas aurat itu ? Untuk aurat laki-laki sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Ahmad, dan Hakim adalah dari pusar sampai dengan lutut. Bagian itulah yang bagi laki-laki harus ditutup sedangkan bagian yang lainnya boleh ditampakkan.

"Dari Muhammad bin Jahsy berkata : Rasulullah lewat di depan Ma'mar kedua pahanya terbuka, maka sabdanya : Hai Ma'mar ! Tutuplah kedua pahamu karena paha itu aurat" (HR. Bukhari, Ahmad, Hakim)

Lalu dimanakah aurat wanita itu ? Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dikatakan bahwa aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan hingga pergelangan tangannya.

"Hai Asmaa' ! Sesungguhnya seorang perempuan apabila telah datang waktu haidh, tidak patut diperlihatkan tubuhnya melainkan ini dan ini (Rasulullah berkata sambil menunjuk muka dan kedua telapak tangannya hingga pergelangannya)" (HR. Abu Dawud dari Aisyah r.a)

Di dalam Al Qur'an Allah berfirman yang artinya :

"Katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An Nuur (24) : 31)

Dari uraian diatas dapatlah kita ketahui bahwa jilbab merupakan pakaian yang lapang yang menutup aurat wanita (seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan sampai pergelangan tangan). Jadi pada pengertian tersebut jilbab berbeda dengan kerudung. Kerudng merupakan kain yang digunakan untuk menutupi kepala, leher, hingga dada sedangkan jilbab maliputi keseluruhan pakaian yang menutup mulai dari kepala sampai kaki kecuali muka dan telapak tangan hingga pergelangan tangan. Sehingga seseorang yang mengenakan jilbab pasti berkerudung tetapi orang yang berkerudung belum tentu berjilbab.

2. Kewajiban berjilbab bagi muslimah

Seorang muslimah adalah seorang wanita yang mengaku dirinya beriman kepada Allah dimana keimanannya itu diyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan diwujudkan dengan perbuatan sehari-hari. Dan pengamalan dari keimanan ini adalah dengan menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Mengenakan jilbab bagi seorang wanita adalah merupakan suatu perintah dari Allah SWT dimana hukumnya adalah wajib yang bila dikerjakan berpahala dan bila ditinggalkan berdosa. Hal ini didasarkan atas perintah Allah dalam surat Al Ahzaab ayat 59 dan surat An Nuur ayat 31 diatas

Dari dua ayat ini jelas bahwa Allah mewajibkan wanita beriman untuk mengenakan jilbabnya /kerudungnya kecuali kepada orang-orang tertentu seperti yang tercantum dalam surat An Nuur : 31 diatas yaitu :

"Dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita"

Jadi amatlah disayangkan apabila kita menjumpai saudara-saudara kita muslimah yang memakai jilbabnya hanya untuk kepentingan-kepentingan tertentu saja seperti pada waktu sekolah, mengajar, kuliah, dsb. Tetapi diluar itu apabila dia keluar rumah tidak memakai jilbabnya. Marilah kita perhatikan dan kita renungkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dari Ibnu Mas'ud :

"Perempuan itu adalah aurat, maka apabila ia keluar dari rumahnya maka syetanpun berdiri tegak (dirangsang olehnya)" (HR. Turmudzi)

3. Hikmah memakai jilbab dalam kehidupan sehari-hari

Begitu pentingnya jilbab bagi seorang muslimah sehingga dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda :

"Telah berkata Ummu 'Athiyah saya bertanya : 'Ya Rasulullah apakah salah seorang dari kami dinyatakan bersalah bila ia tidak keluar (pergi ke tanah lapang) karena ia tidak mempunyai jilbab ?' Maka sabdanya : 'Hendaklah temannya meminjamkan jilbab untuknya'." (HR. Bukhari Muslim)

Jadi Rasulullah mewajibkan seorang muslimah untuk mengenakan jilbabnya dalam keadaan apapun, begitu pentingnya hal ini sehingga apabila seorang muslimah tidak mempunyai jilbab beliau menyuruh temannya untuk meminjaminya.

Berikut ini beberapa hikmah dari diwajibkannya jilbab bagi seorang muslimah :

a) Sebagai identitas seorang muslimah

Allah memberikan kewajiban untuk berjilbab agar para wanita mukmin mempunyai ciri khas dan identitas tersendiri yang membedakannya dengan orang-orang non muslim. Dalam sebuah hadits dikatakan :

"Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka" (HR. Abu Dawud)

b) Meninggikan derajat wanita muslim (muslimah)

Dengan mengenakan jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak membuka auratnya di sembarang tempat, maka seorang muslimah itu bagaikan sebuah batu permata yang terpajang di etalase yang tidak sembarang orang dapat mengambil dan memilikinya. Dan bukan seperti batu yang berserakan di jalan dimana setiap orang dapat dengan mudah mengambilnya, kemudian menikmatinya, lalu membuangnya kembali.

Allah berfirman :

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

(QS. An Nahl (16) : 97)

c) Mencegah dari gangguan laki-laki tak bertanggung jawab

Hal ini mudah dipahami karena dengan seluruh tubuh tertutup kecuali muka dan telapak tangan, maka tidak akan mungkin ada laki-laki iseng yang tertarik untuk menggoda dan mencelakakannya selama ia tidak berperilaku yang berlebih-lebihan. Sehingga kejadian-kejadian seperti perkosaan, perzinaan, dsb dapat dihindarkan

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al Israa' (17) : 32)

d) Memperkuat kontrol sosial

Seorang yang ikhlas dalam menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya khususnya dalam mengenakan busana muslimah, Insya Allah ia akan selalu menyadari bahwa dia selalu membawa nama dan identitas Islam dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga apabila suatu saat dia melakukan kekhilafan maka ia akan lebih mudah ingat kepada Allah dan kembali ke jalan yang diridhoiNya.

Khatimah

Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa dengan diwajibkannya jilbab sebagai busana muslimah ternyata banyak membawa manfaat dan hikmah bagi yang memakainya. Hal ini sesuai dengan firman Allah :

"Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS.Ali Imran (3) : 191)

Demikianlah sebagai penutup marilah kita renungkan firman Allah dalam surat Al Baqarah 85 berikut :

"Apakah kamu beriman kepada sebagian dari Al-Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat."

(QS. Al Baqarah (2) : 85)




MANFAAT dari JILBAB :

- Rambut muslimah yang berjilbab terlindung dari sengatan panas matahari dan terlindung dari debu serta polusi, sehingga ketika jilbabnya dibuka, rambutnya tampak selalu bersinar. Rambut indahnya hanya diperlihatkan untuk orang-orang yang berhak melihatnya.
- Terjaga dari pandnagan pria nakal. Muslimah berjilbab tidak mengumbar tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan. Oleh karena itu, pria pun terbatas memandangnya.
- Pria segan menggoda apalagi melecehkan. Biasanya pria segan mendekati, kecuali kalau peluang itu diciptakan oleh wanita itu sendiri.
- Termotivasi untuk terus menuntut ilmu dan mengamalkannya. Muslimah yang berjilbab merasa dirinya menjadi alat ukur kebaikandan kesuksesan. Tuntutan ini sangat bagus karena memacu dirinya untuk senantiasa berlomba meraih prestasi, kebaikan, dan sekuat mungkin menghindari kesalahan-kesalahan yang dapat mencemarkan nama baik islam oleh perbuatan dosa dan tercela.
- Terjaga kehormatannya. Wanita berjilbab akan selalu menjaga kehormatannya seiring dengan ilmu yang dimilikinya karena mereka mengetahui dan dapat membedakan perilaku yang harus dilakukan dnegan perilaku yang harus dihindari. Wanita berjilbab dan berilmu merasa selalu diawasi Allah dari segala kemaksiatan.

Demikianlah Allah memberi kasih sayangnya kepada wanita melalu syariat islam yang sempurna ^_^ ....





CARA BERJILBAB MENURUT SYARI'AH :

Kalau mau bicara tentang pakaian wanita muslimah yang ideal dan memenuhi seluruh persyaratan, maka sebagaimana yang disepakati oleh jumhur ulama bahwa aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali muka dan tapak tangan.

Artinya, keseluruh tubuh itu wajib ditutup dengan pakaian kecuali bagian muka dan tapak tangan saja. Sedangkan model pakaian, warna, motif, corak atau stylenya diserahkan kepada masing-masing budaya dan kebiasaan.

Asalkan kesemuanya itu memenuhi syarat standar busana muslimah yaitu:


* Tidak tembus pandang
* Tidak ketat hingga membentuk lekuk tubuh
* Tidak menyerupai pakaian laki-laki atau
* Tidak menyerupai pakaian 'khas' milik orang kafir atau pakaian orang fasik
* Benar-benar menutup dan tidak ada yang dibuka atau dibelah sedemikian rupa sehingga bisa memperlihatkan aurat


Itu adalah standar ideal busana muslimah yang bila semua itu terpenuhi, maka sudah cukup. Adapun masalah jilbab gaul yang sekarang jadi mode, bisa kita lihat dari dua arah yang berbeda.

Arah yang pertama, bila kita melihat dari arah ideal. Maka jilbab mode itu jelas masih belum memenuhi semua persyaratan. Misalnya soal ketatnya pakaian itu sehingga tetap membentuk lekuk tubuh. Atau belahan-belahan tertentu yang masih juga memperlihatkan bagian aurat. Juga masalah menyerupai pakaian laki-laki dan seterusnya.

Bila kita nilai dari arah ideal atau tidak, maka jilbab gaul itu tidak bisa dikatakan ideal alias tidak memenuhi syarat busana muslimah.

Yang yang kedua, kita memandang dari arah pakaian trendi di kalangan remaja gaul saat ini yang sedemikian seronok, terbuka, seksi dan cenderung liar dan a moral. Kita bisa mengatakan bahwa pakaian mereka itu sama saja dengan bukan pakaian, karena aurat yang terlihat bukan hanya 'sebagian', tapi justru 'sebagian besar.' Jadi pakaian mereka itu bukan setengah telanjang tapi 2/3 telanjang atau 4/5 telanjang.

Bila dari kalangan mereka ini ada yang mulai sadar dan ingin kembali kepada Islam lalu mulai coba-coba menggunakan busana muslimah meski 'belum memenuhi standar ideal,' maka kita perlu memberi support atau dukungan. Tentu saja dukungan ini sifatnya sementara, karena biar bagaimana pun pakaian idealnya belum terpenuhi.

Tapi support dan dukungan tetap dibutuhkan agar mereka sedikit demi sedikit bisa beradaptasi dengan busana muslimah. Karena kalau mau dibandingkan, biar bagaimana pun jilbal gaul itu tetap lebih baik dari pada baju minim yang mengubar nafsu itu.

Yang diperlukan adalah pendekatan dakwah yang baik dan simpatik kepada mereka agar keinginan baik mereka itu bisa dihargai lebih dahulu. Sambil perlahan-lahan kita mencoba menanamkan makna dan hakikat ajaran Islam secara lebih intensif dan mengena. Nanti pada akhirnya, bila penanaman itu mulai menghasilkan buah, mereka snediri yang akan mengganti jilbab gaulnya dengan busana muslimah yang ideal.







SEMOGA BERMANFAAT ^_^

Hakikat Kecantikan dan Ketampanan (Akhwat waa Ikhwan) Bagikan

Makan dan minum secukupnya

Agar cantik dan tampan, akhwat dan ikhwan tidak boleh makan seenaknya/sesukanya dengan penuh kerakusan, tapi makan sebatas dapat menegakkan tulang-tulangnya untuk mendapatkan tenaga dalam menjalankan aktifitas sehari-hari dengan baik.

Ingatlah firman Allah swt.: "�makan dan minumlah, janganlah berlebih-lebihan/melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Q.S. Al A�raaf 7: 31). Kemudian dalam sebuah hadits diterangkan: "Dari Ibnu Umar r.a. dari Nabi saw. sabdanya: "Orang-orang kafir makan dengan tujuh perut, dan orang mukmin makan dengan sebuah perut." (H.R. Muslim).

Rasulullah saw. menghindari makan dan minum berlebih-lebihan. Beliau makan dan minum hanya pada saat perut terasa lapar dan mengisi perut dalam tiga bagian, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga untuk bernafas. Akibat banyak makan biasanya mudah obesitas, mudah terkena penyakit, cenderung malas ibadah, malas bekerja. dll.

Berolah Raga

Supaya kecantikan/ketampanan yang telah Allah swt. anugerahkan pada kita dapat dijaga, upayakan kondisi fisik selalu bugar melalui olah raga sesuai minat/usia masing-masing. Aturlah waktunya disela-sela kesibukan yang ada. Dalam suatu hadits diterangkan: "Orang mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah." (H.R. Muslim).

Dengan berolah raga insya Allah jasad kita dapat lebih terawat, sehingga kondisi tersebut dapat membantu ikhwan/akhwat melaksanakan tugas rutin sehari-hari dengan energik.

Menjaga kebersihan

Yang perlu dijaga kebersihannya adalah seluruh anggota badan dan pakaian. Hadits Bukhari menerangkan: "� Mandilah pada hari Jumat dan keramaslah meskipun kau tidak dalam keadaan junub dan pakailah wewangian�" Perbedaan wewangian antara ikhwan dan akhwat ada, yaitu: Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: Parfum pria adalah yang tercium aromanya dan tidak tampak warnanya dan parfum wanita adalah yang tampak warnanya dan tidak tercium aromanya." (H.R. Tirmidzi dan An-Nasa�i). Ikhwan/akhwat hendaknya dapat menjaga penampilan diri dari bau keringat yang tidak sedap.

Juga dalam hadits Bukhari dan Muslim diterangkan kebersihan badan seseorang dengan menjaga lima perkara yang termasuk fitrah, yaitu khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memendekkan kumis.

Untuk kebersihan pakaian, Imam Ahmad dan Nasai meriwayatkan hadts dari Jabir r.a., ia berkata: "Rasulullah saw. pernah mengunjungi aku. Ketika beliau melihat seorang laki-laki lewat dengan pakaian lusuh dan kumal, beliau bertutur: Rupanya ia tidak mempunyai sabun untuk mencuci pakaiannya itu." Pada hadits ini, Rasulullah saw. tidak menyukai seseorang yang bertemu dan berkumpul dengan orang lain memakai baju yang kotor dan lusuh selama ia mampu mencuci dan membersihkannya.

Rasulullah saw. mengajarkan kita bahwa pakaian seorang muslim harus selalu rapi dam bersih, sehingga penampilannya sedap di pandang mata. Tentu saja, pakaian tersebut tidak perlu yang selalu baru apalagi kebiasaan mengoleksi baju dengan jumlah berlebih-lebihan, yang terpenting adalah rapi dan bersih, karena pakaian yang menjadi rizki kita sesungguhnya apa-apa yang sampai tidak dapat terpakai lagi oleh diri masing-masing.

Menjaga kebersihan gigi dan mulut, "Seandainya tidak memberatkan kepada umatku, pasti aku suruh mereka untuk bersiwak setiap kali akan shalat." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Memelihara kebersihan rambut, Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa yang memiliki rambut, maka hendaklah ia menghormatinya (memeliharanya)." (H.R. Abu Daud dan Abu Hurairah r.a.). Menghormati rambut itu maksudnya membersihkan, menyisir, memberi wewangian (minyak rambut), dan memeliharanya dengan baik. Islam tidak menyukai orang yang membiarkan rambutnya berantakan/acak-acakan, kotor, dan bau.

Merapikan Diri

Firman Allah swt.: "Katakanlah, siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah yang Dia keluarkan untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik-baik?" (Q.S. Al A�raf 7: 32).

Dalam menafsirkan ayat tersebut, Imam Qurthuby berkata: "Imam Makhul meriwayatkan dari Aisyah r.a., ia bercerita: "Pernah sekelompok sahabat menunggu Rasulullah saw. di depan pintu. Ketika beliau hendak keluar menemui mereka, beliau bercermin di air yang ada di dalam bejana di dalam rumah. Setelah beliau merapikan rambut dan jenggotnya, aku (Aisyah) berkata: "Engkau lakukan ini, wahai Rasulullah?" "Ya, bila seseorang akan menjumpai saudaranya hendaklah ia merapikan dirinya. Karena sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan," jawab Rasulullah saw."

Setiap orang perlu memelihara kerapian dirinya, janganlah membiarkan diri dalam penampilan kusut dan kumal dengan dalih ingin zuhud. Rasulullah saw. sendiri menganjurkan untuk berpenampilan rapi, padahal beliau adalah orang yang paling tawadhu dan zuhud.

Maka, selama memperapi diri itu tidak berlebihan, Allah swt. menganjurkan, "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkannya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik-baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) untuk orang-orang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui." (Q.S. Al A�raf 7: 31-32).

Namun wanita muslimah tidak boleh tabaruj. Allah swt. telah melarang tabaruj melalui Q.S. An-Nur 24 : 60 dan Q.S. Al Ahzab 33 : 59. Menurut Ibnu Katsir, tabaruj berarti wanita yang keluar rumah dan berjalan/memamerkan diri di hadapan laki-laki (tabaruj jahiliah). Menurut Bukhari, tabaruj adalah tindakan seorang wanita yang menampakkan kecantikannya kepada orang lain, dan menurut Muqatil tabaruj adalah wanita yang melepaskan jilbabnya, memperlihatkan kalung dan gelangnya.

Juga wanita muslimah yang benar selalu sadar dan ingat pada konsep sikap tawazun (pertengahan/keseimbangan) dalam segala hal, jangan sampai berdandan/merapikan diri berlebih-lebihan atau mengukur penampilan diri berdasarkan kekayaan materi. "Celakalah hamba dinar dan dirham dan hamba sutera dan beludru. Jika ia diberi nikmat, ia senang dan bila tidak diberi ia benci." (H.R. Bukhari).

Yang terakhir, agar penampilan ikhwan/akhwat dapat cantik dan tampan perlu dilengkapi dengan terpeliharanya unsur akal pikiran dengan ilmu. Memang, tidak semua orang punya kecerdasan dan kesempatan yang sama. Tetapi, ikhwan/akhwat harus selalu mencari dan meminta tambahan ilmu kepada Allah swt., sebagaimana diterangkan dalam firman Allah swt., "�Dan Katakanlah, "Ya Rabbi, tambahkanlah kepadaku ilmu." (Q.S. Thaha 20: 114). Dalam sebuah hadits, Aisyah r.a berkomentar: "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Mereka tidak malu-malu untuk bertanya dalam rangka tafaquh fiddin (mendalami masalah agama)." (H.R. Bukhari Muslim).

Oleh karena itu, yang perlu tetap diusahakan adalah memiliki kepedulian untuk selalu berusaha menambah/memahami/mengamalkan ilmu Islam sedikit demi sedikit, adanya proses mencari ilmu sampai akhir hayat, sebab hal tersebut akan menjadi landasan berfikir dan beramal seseorang. Begitu pula ilmu lainnya, kita pelajari sebagai sarana bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah swt. Sehingga insya Allah, dengan terpadunya unsur hati, jasad/fisik, dan ilmu pada diri ikhwan dan akhwat, ketampanan dan kecantikan kita dapat membawa keselamatan dunia dan akhirat. Wallahu A�lam Bishshawab.

Ya Allah, jadikanlah cahaya di hatiku, cahaya di kuburku, cahaya di hadapanku, cahaya di belakangku, cahaya di kananku, cahaya di kiriku, cahaya di atasku, cahaya di bawahku, cahaya pada pendengaranku, cahaya pada penglihatanku, cahaya pada rambutku, cahaya pada kulitku, cahaya pada dagingku, cahaya pada darahku, cahaya pada tulang-tulangku. Wahai Tuhanku, besarkanlah bagiku cahaya dan berikanlah bagiku cahaya dan jadikanlah padaku cahaya dan tambahkanlah padaku cahaya, tambahkanlah padaku cahaya, tambahkanlah padaku cahaya. Aamiin.

Kiat jitu mempercantik wajah dengan TAHAJUD

Siapa yang tidak ingin tampil cantik? Kecantikan merupakan merupakah satu hal yang sangat diinginkan oleh para wanita. Mereka para kaum Hawa itu banyak yang telah mencoba berbagai kiat, baik dengan menggunakan berbagai kosmetik, pemutih atau menggunakan lulur, ekstrak bengkoang dan lain-lain agar wajahnya putih alami dan berseri.

Terlepas dari keberhasilan semua trik-trik di atas yang notabene masih dipertanyakan terlebih lagi mengandung zat-zat kimia yang berbahaya, kenapa tidak menggunakan kiat yang satu ini?

Apa kiatnya? Yaitu shalat tahajjud di malam hari.

Berkata Imam Ibnul Qayyim, Sesungguhnya shalat malam itu dapat memberikan sinar yang tampak di wajah dan membaguskannya Ada sebagian istri yang memperbanyak pelaksanaan shalat malam. Ketika ditanyakan kepada mereka mengenai hal tersebut, mereka menjawab, Shalat malam itu dapat membaguskan wajah dan kami senang jika wajah kami menjadi lebih bagus.Demikian yang dituliskan oleh Mahmud Mahdi Al-Istanbuli di bukunya Kado Perkawinan halaman 312 ketika mengutip perkataan Ibnul Qayyim di buku Raudha Ath-Thalibin. [1]

Perlu juga diingat bahwa kiat ini bukan cuma monopoli kaum Hawa saja, kaum Adam pun perlu juga menerapkannya.

Keutamaan Shalat Tahajjud
Disamping hikmah diatas yang bisa di dapat dari melaksanakan shalat malam, shalat malam ini pun mempunyai keutamaan yang lain. Bahkan inilah yang lebih penting.

1. Allah akan mengangkat ke tempat yang terpuji, dalilnya adalah
“Dan pada sebagian malam hari bertahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.(Al Israa : 79).

2. Shalat malam dapat mendekatkan diri kepada Allah dan dapat menghapuskan dosa, dalilnya adalah
Hendaklah kalian melaksanakan shalat malam karena shalat malam itu merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kalian, ibadah yang mendekatkan diri kepada Tuhan kalian, serta penutup kesalahan dan penghapus dosa. (HR. Tirmidzi no. 3549, Al Hakim I/380, Baihaqi II/502. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwaa Al Ghalil II/199/no. 452). [2]

3. Kemuliaan orang beriman ada pada shalat malam
Jibril berkata, Hai Muhammad, kemuliaan orang beriman ada dengan shalat malam. Dan kegagahan orang beriman adalah sikap mandiri dari bantuan orang lain. (Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 831). [3]

Shalat malam yang paling utama adalah pada sepertiga malam yang terakhir. Pada saat ini doa akan dikabulkan oleh Allah. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwasannya Nabi pernah bersabda:

Allah turun ke langit dunia setiap malam pada sepertiga malam terakhir. Allah lalu berfirman, Siapa yang berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan! Siapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku beri! Siapa yang meminta ampun kepada-Ku tentu Aku ampuni.Demikianlah keadaannya hingga fajar terbit. (HR. Bukhari no. 145 dan Muslim no. 758). [4]

Bagaimana Agar Bisa Shalat Tahajjud?
Shalat malam termasuk ibadah yang berat, karena di saat kita terlelap dan masih mengantuk maka kita harus bangun untuk shalat. Berikut beberapa sebab agar kita dimudahkan untuk melaksanakan shalat malam.

1. Berusaha untuk tidur di awal malam dan menjauhkan diri dari begadang. Rasulullah membenci tidur sebelum Shalat Isyaa dan berbicara sesudah Shalat Isyaa. [5]

2. Ketika akan tidur, perhatikan adab-adab tidur, misalnya membaca doa sebelum tidur, membaca ayat kursi, membaca dua ayat terakhir dari surat Al Baqarah, membaca Surat Al Kaafirun, dll. [6]

3. Tidur sebentar di siang hari

4. Meninggalkan kemaksiatan, dosa dan perbuatan bid’ah

5. Berkeinginan kuat untuk shalat malam

6. Memasang jam beker. Bisa juga dengan saling membangunkan istri, suami, dan keluarga. Bahkan bisa dengan saling membangunkan tetangga atau teman dengan menelpon melalui handphone-nya. Saling berta’awun

Akhwat CAKEP seperti apa sih..??!!

Siapa kita? Apakah kita hanya seorang dengan label aktivis dakwah kampus dengan segudang kegiatan?atau seorang akhwat jilbab rapi yang penuh amanah?

Apa yang telah kita lakukan? Apa yang membuat kita begitu bangga dan pongah dengan semua itu? Apakah Allah memang sudah menjadi tujuan utama kita? Apakah memang kasih sayang Allah untuk kita? Atau kita hanya seseoraang yang bangga dengan sebutan akhwat tanpa upaya perbaikan diri?

Lihat lah fenomena di kalangan akhwat saat ini, ikhtilat, VMJ, chatting,ruh yang kosong, seorang ukhti pernah bercerita tentang sosok akhwat yang saat ini sudah sangat jauh dari figur seorang aktivis dakwah, ana tidak menyalahkan dia, dia sama sekali tak bermaksud mengeluhkan saudari saudari seiman, namun kecintaannya membuat dia prihatin dengan semua yang terjadi saat ini. Kita sering kali menyalahkan para ikhwan yang terkadang menganggap akhwat terlalu kuat, sangat militan sehingga kadang sesuatu yang sebenarnya ikhwan yang sanggup melakukannya dilakukan oleh akhwat, namun apa itu lantas membuat kita lupa bercermin diri? Lihatlah fenomena kader yang begitu menurun semangatnya, Jika saja kita bisa mengambil hikmah dari hal hal yang terjadi di sekitar kita, bercermin pada saudara kita,.


Seharusnya juga ada istilah akhwat CAKEP

1. Confidence

Tentu saja c yang ana maksud di sini bukan chatting yang saya bicarakan diatas….tapi Confidence

Fenomena akhwat saat ini terjadi karena kurangnya rasa percaya diri, bahkan ada seorang ukhti yang menolak saat hendak di beri binaan, dengan alasan belum siap, lantas mau menunggu sampai kapan? Apa kita mau menjadi aktivis ketinggalan yang perlu lama menjadi dewasa di jalan ini? Atau aktivis yang tak pernah dewasa?Ya… memang banyak orang yang masuk ke jalan ini, namun terkadang ia hanya berdiri saja di tepi tanpa mau melanjutkan perjalanannya dan melihat saja orang orang yang berlalu lalang.

Sungguh fenomena yang tidak lucu saat seorang akhwat menolak binaannya.

2.Adroit,Tangkas

Akhwat tangkas yang bisa membaca situasi

Sungguh banyak akhwat yang kuper, tidak tahu perkembangan saudara saudara saudara seimannya di berbagai belahan dunia..bahkan menjadi orang yang tidak di perhitungkan dimasyarakat, ana sungguh simpati dengan seorang akhwat yang tidak hanya aktif di kampus, namun juga di pandang di masyarakat karena kepintarannya bergaul, tapi jangan sampai menjadi akhwat yang kelewat gaul sehingga kita melupakan norma norma dan aturan, sehingga tak ada lagi figur seorang akhwat saat kita berada di masyarakat

Ana jadi ingat penuturan beberapa teman, ada akhwat yang tidak nampak “ tarbiyah” nya saat berada diantara teman-teman nya. Tak ada maksud ghibah disini, karena sesungguhnya harapan teman-teman kita tersebut adalah jua harapan Allah pada diri kita. Sepakat?

3.Kindness

Pernah dengar akhwat ketus? Judes?

Sesungguhnya warna celupan Allah itu indah bila di bingkai dengan keislaman, lihat saja Umar yang tetap keras atau abu bakar yang lembut setelah keislamannya tetap dengan karakter mereka , dan sungguh indah Rosulullah menggambarkan kedua sifat mereka tersebut.seperti ungkapan Salim A.Fillah” alangkah sunyinya dunia jika semua seragam,biarkan semua melekat sesuai yang Allah lekatkan pada diri kita, maka akan tetap ada akhwat jago karate seperti Nusaibah binti Ka’ab yang menyertai Rosulullah kemanapun beliau bergerak di medan perang, akan tetapi ada yang berkepribadian kuat dan berani seperti Ummu Hani’ binti Abu Thalib, tetap ada yang suka bermanja dan ceria seperti Aisyah, ada yang tetap bisa membentak dan tertawa terbahak seperti Hafsah akan tetapi ada yang lembut dan kleibuan seperti Khadijah”

“Celupan warna Allah . dan siapakah yang lebih baik celuipan warnanya daripada Allah. Dan kepada Allah saja kami beribadah”(Al Baqarah 13 8)

Namun yang kita bicarakan adalah karakter, jauh berbeda dengan sifat, yang bisa kita rubah, jadi tidak ada lagi akhwat judes, suka ngerumpi, berkata kasar hingga menyakiti saudara dengan alasan itu semua karena dari “sononya”…..atau akhwat yang kelewat tomboy, memang ada beberapa akhwat yang terlihat “gagah” atau suka mengenakan sepatu kets, namun sangat berbeda bila kasusnya adalah menggagahkan diri karena ingin disebut tampan?(maksud lo?) ya itu, kadang kita suka disebut akhwat kesatria sehinga menggagah gagah kan diri, baik cara berjalan ataupun saat berbicara. Atau akhwat yang kelewat tangkas sehingga selalu membantah qiyadah dengan alasan ia berkarakter kritis.nah lo?

4. Exclaim

Menyerukan. Aslih nafsaka, wad’u ghairaka

Perbaiki diri sendiri lantas seru orang lain, kalau kita selalu menunggu perbaikan diri lantas baru menyatakan kesediaan untuk menyeru atau menjadi seorang murobbi, sampai kapan gituuuu?, ingat, kita bukan orang suci, namun orang orang yang insya Allah selalu memperbaiki diri, dan saat kita menyeru kepada orang lain yakinlah saat itu akan seiring juga dengan usaha kita untuk memperbaiki diri, dan jangan putus asa dengan ampunan Allah, teruslah bertaubat dan tingkatkan ibadah, jadikan orang orang di sekitar kita cermin, antum akan tahu kondisi ruhiyah antum dengan memperhatikan sikap saudari saudari antum. Maka saat antum merasa jauh dari saudari saudari, cek lagi kedekatan antum dengan Allah. Tips yang mudah bukan. Kita akan tahu posisi kita di sisi Allah dengan melihat posisi Allah di hati kita.ok ukhtyfillah?

5. Patient

Patient disini bukan sakit, tapi sabar. Saat kita merasa kaki ini tak kuat lagi berdiri disini, yakinlah itu bukan karena kita lemah, namun karena kita tidak menyerahkan semuanya pada si pemilik semua kemudahan, mengadu saja padanya bahkan seorang Rosullullah saja mengadu pada Nya saat ia merasa goyah, apalagi kita, mungkin ada saatny kita merasa saudara sadara kita tidak mengerti kondisi kita, atau kita merasa tak sanggup memikul sebuah amanah, jangan berbalik saudariku, jika kita keluar dari jalan ini, hidayah tuhan mana yang kita harapkan, jika saja Allah mencabut nikmat iman dan hidayah ini dari hati kita, tuhan mana yang sanggup mengembalikan?

Tiap kita pernah putus asa, tiap kita pernah lemah, namun tak berarti itu menyurutkan niat kita menuju cahaya Nya.ALLAHUAKBAR!!!!!

Sesungguhnya semua ini adalah jua sebuah cermin diri bagi ana. Keep spirit, keep fight saudariku.

Hukum Memandang Lawan Jenis

Laki-Laki Memandang Perempuan

Dalam Al-Qur'an di sebutkan: "... Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak daripadanya... " (an-Nur: 31 )

Menurut jumhur ulama, perhiasan yang biasa tampak itu ialah "wajah dan telapak tangan." Dengan demikian wanita boleh menampakkan wajahnya dan kedua telapak tangannya, bahkan (menurut pendapat Abu Hanifah dan al-Muzni) kedua kakinya.

Apabila wanita boleh menampakkan bagian tubuhnya ini (muka dan tangan/kakinya), maka bolehkah laki-laki melihat kepadanya ataukah tidak?

Pandangan pertama (secara tiba-tiba) adalah tidak dapat di hindari sehingga dapat dihukumi sebagai darurat. Adapun pandangan berikutnya (kedua) diperselisihkan hukumnya oleh para ulama.

Yang dilarang dengan tidak ada keraguan lagi ialah melihat dengan menikmati (taladzudz) dan bersyahwat, karena ini merupakan pintu bahaya dan penyulut api. Sebab itu ada ungkapan, "memandang merupakan pengantar perzinaan."

Adapun melihat perhiasan (bagian tubuh) yang tidak biasa tampak, seperti rambut, leher, punggung, betis, lengan (bahu),dan sebagainya adalah tidak diperbolehkan bagi selain mahram, menurut ijma. Ada dua kaidah yang menjadi acuan masalah ini beserta masalah-masalah yang berhubungan dengannya.

Pertama, bahwa sesuatu yang dilarang itu diperbolehkan ketika darurat atau ketika dalam kondisi membutuhkan, seperti kebutuhan berobat, melahirkan,dan sebagainya, pembuktian tindak pidana,dan lain-lainnya yang diperlukan dan menjadi keharusan, baik untuk perseorangan maupun masyarakat.

Kedua, bahwa apa yang diperbolehkan itu menjadi terlarang apabila dikhawatirkan terjadinya fitnah, baik kekhawatiran itu terhadap laki-laki maupun perempuan. Dan hal ini apabila terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas, tidak sekadar perasaan dan khayalan sebagian orang-orang yang takut dan ragu-ragu terhadap setiap orang dan setiap persoalan.

Karena itu, Nabi saw. pernah memalingkan muka anak pamannya yang bernama al-Fadhl bin Abbas dari melihat wanita Khats'amiyah pada waktu haji, ketika beliau melihat al-Fadhl berlama-lama memandang wanita itu. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa al-Fadhl bertanya kepada Rasulullah saw., "Mengapa engkau palingkan muka anak pamanmu?" Beliau saw. menjawab, "Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka saya tidak merasa aman akan gangguan setan terhadap mereka."

Kekhawatiran akan terjadinya fitnah itu kembali kepada hati nurani si muslim, yang wajib mendengar dan menerima fatwa, baik dari hati nuraninya sendiri maupun orang lain. Artinya, fitnah itu tidak dikhawatirkan terjadi jika hati dalam kondisi sehat, tidak dikotori syahwat, tidak dirusak syubhat (kesamaran),dan tidak menjadi sarang pikiran-pikiran yang menyimpang.

Wanita Memandang Laki-Laki
Di antara hal yang telah disepakati ialah bahwa melihat kepada aurat itu hukumnya haram, baik dengan syahwat maupun tidak, kecuali jika hal itu terjadi secara tiba-tiba, tanpa sengaja, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits sahih dari Jarir bin Abdullah, ia berkata: "Saya bertanya kepada Nabi saw. Tentang memandang (aurat orang lain) secara tiba-tiba (tidak disengaja). Lalu beliau bersabda, “Palingkanlah pandanganmu.'" (HR. Muslim)

Lantas apakah aurat laki-laki itu? Bagian mana saja yang disebut aurat laki-laki?

Kemaluan adalah aurat mughalladhah (besar/berat) yang telah disepakati akan keharaman membukanya di hadapan orang lain dan haram pula melihatnya, kecuali dalam kondisi darurat seperti berobat dan sebagainya. Bahkan kalau aurat ini ditutup dengan pakaian tetapi tipis atau menampakkan bentuknya, maka ia juga terlarang menurut syara'.

Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa paha laki-laki termasuk aurat, dan aurat laki-laki ialah antara pusar dengan lutut. Dan bahwa aurat laki-laki itu haram dilihat, baik oleh perempuan maupun sesama laki-laki. Ini merupakan masalah yang sangat jelas.

Dan adapun terhadap bagian tubuh yang tidak termasuk aurat laki-laki, seperti wajah, rambut, lengan, bahu, betis, dan sebagainya. Menurut pendapat yang sahih boleh dilihat, selama tidak disertai syahwat atau dikhawatirkan terjadinya fitnah. Ini merupakan pendapat jumhur fuqaha umat,dan ini diperlihatkan oleh praktik kaum muslim sejak zaman Nabi dan generasi sesudahnya, juga diperkuat oleh beberapa hadits sharih (jelas) dan tidak bisa dicela.

Jadi, memandang itu hukumnya boleh dengan syarat jika tidak dibarengi dengan upaya "menikmati" dan bersyahwat. Jika dengan menikmati dan bersyahwat, maka hukumnya haram. Karena itu, Allah menyuruh kaum mukminah menundukkan sebagian pandangannya sebagaimana Dia menyuruh laki-laki menundukkan sebagian pandangannya. Firman Allah:

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pendangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.'" (an-Nur: 30-31 )

Bahwa wanita dapat membangkitkan syahwat laki-laki lebih banyak daripada laki-laki membangkitkan syahwat wanita, dan memang benar bahwa wanita lebih banyak menarik laki-laki, serta wanitalah yang biasanya dicari laki-laki. Namun, semua ini tidak menutup kemungkinan bahwa di antara laki-laki ada yang menarik pandangan dan hati wanita karena kegagahan, ketampanan, keperkasaan, dan kelelakiannya, atau karena faktor-faktor lain yang menarik pandangan dan hati perempuan.

Al-Qur'an telah menceritakan kepada kita kisah istri pembesar Mesir dengan pemuda pembantunya,Yusuf, yang telah menjadikannya dimabuk cinta. Lihatlah, bagaimana wanita itu mengejar-ngejar Yusuf, dan bukan sebaliknya, serta bagaimana dia menggoda Yusuf untuk menundukkannya seraya berkata, "Marilah ke sini." Yusuf berkata, "Aku berlindung kepada Allah." (An-Nur: 23)

Al-Qur'an juga menceritakan kepada kita sikap wanita-wanita kota ketika pertama kali mereka melihat ketampanan dan keelokan serta keperkasaan Yusuf. Apabila seorang wanita melihat laki-laki lantas timbul hasrat kewanitaannya, hendaklah ia menundukkan pandangannya. Janganlah ia terus memandangnya, demi menjauhi timbulnya fitnah, dan bahaya itu akan bertambah besar lagi bila si laki-laki juga memandangnya dengan rasa cinta dan syahwat. Pandangan seperti inilah yang dinamakan dengan "pengantar zina" dan yang disifati sebagai "panah iblis yang beracun," dan ini pula yang dikatakan oleh penyair: "Semua peristiwa (perzinaan) itu bermula dari memandang. Dan api yang besar itu berasal dari percikan api yang kecil."

Kiat-kiat Menghafal dan Muroja’ah (mengulang-ulang hafalan) Al-Quran

1. Ikhlas lillahi ta’ala
Jadikanlah niat dan tujuan menghafal al-quran sebagai taqorrub kepada allah, bukan karena yang lain, seperti ingin mendapat kedudukan, harta, atau penghargaan. Allah tidak akan menerima suatu amalan tersebut dikerjakan murni karena allah.
“Dan tidaklah mereka itu diperintah kecuali agar beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” (QS. Al-Bayyinah : 5)

2. jauh dari maksiat dan dosa
Hati yang gelap disebabkan oleh kemaksiatan dan kesibukan syahwat duniawi, tidak ada tempat baginya cahaya Al-Qur’an. Kemaksiatan akan menghalangi hafalalan dan bisikan syetan memalingkan diri dari oingat kepada Alloh. Allah berfirman, bahwa
“Syetan menguasai mereka dan melupakan mereka dari ingat kepada Allah? (QS. Al-Mujadalah : 10)

3. memanfaatkan masa dan waktu kosong
Anak kecil hatinya paling kosong dan minim dari kesibukan, seperti sebuah pepatah mengatakan, bahwa belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu. Ahnaf berkata “orang besar lebih banyak akalnya namun lebih sibuk hatinya”.

4. memilih waktu yang tepat
jenganlah anda menghafal pada waktu lelah atau ketika pikiranmu sibuk dengan berbgai urusan karena hal itu akan menghambat konsentrasi. Pilihlah waktu yang tepat. Alangkah baiknya jika memilih waktu sebelum/setelah sholat shubuh.

5. memilih tempat yang tepat
tempat yang tepat biasanya jauh dari keributan dan kebisingan. Hal ini akan memudahkan konsentrasi. Tempat yang afdhol untuk menghafal Al-Quran adalah masjid.

6. motivasi kuat dan sungguh-sungguh
hasrat yang kuat dan benar akan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalm menguatkan hafalan serta memudahkan dan memfokuskan dalam menghafal.

7. melibatkan panca indera
kekuatan dan kemampuan menghafal manusia berbeda-beda dan bertingkat-tingkat satu dengan yang lainnya, tetapi dengan memanfaatkan sejumlah panca indera akan memudahkan hafalan dalam ingatan.

8. membatasi mushaf hanya dalam satu cetakan
diutamakan memilih cetakam musfaf Huffadz (para hafidz) atau mushaf yang standar tiap lembarnya dimulai dengan permualaan ayat dan di akhiri dengan akhir ayat. Hal ini mempunyai pengaruh besar dalam mengkokohkan gambaran/bentk halaman dan memfokuskan ketika muroja’ah.



9. mengoreksi pengucapan
maksudnya membacakan kepada salah seorang yang teliti atau mendengar potongan ayat yang hendak kamu hafalkan dari salah satu seorang quro’ dalam rekaman kaset agar tidak terjadi kesalahan.

10. mengikat hafalan dengan kuat
maksudnya selalu mengulang-ulang dalm membaca dan memperhatikan sambungan antara ayat satu dengan yang lain.

11. memahai maknanya
hendaknya membuka sebagian tafsir yang ringkas agar paham makna-makna ayat tersebut meskipun secara global. Atau minimal gunakan kitab kalimatul Quran Tafsir wa Bayan, oleh Syaikh Husnain Muhammad Makhluf. Sesunguhnya memahami makna kata-kata membantu memperjelas mkna-mkna ayat secara global.

12. kontiyu dalm membaca Quran
hal ini akan memudahkan, memperkuat hafalan, serta merupakan salah satu cara pokok untuk muroja’ah.

13. menghafal bersama
maksudnya menghafal bersama dengan saudaramu atau teman yang lain dengan cara membuat kesepakatan program dalam menghafal atau muroja’ah sehingga masing-masing bisa saling berlomba dan meningkatkan bila salah saru ada yang mengabaikan. Dengan ini akan memudahkan dalam mencapai target dan tujuan.

14. teliti terhadap ayat-ayat yang mirip
banyak sekali di dalam Al-Quran ayat-ayat yang lafadhnya mirip satu sama lain. Oleh karena itu diperlukan kejelian dalam membedakannay.

15. tawakkal kepada Allah SWT
Allah SWT berfirman “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu orang-orang yang beriman” (Al-Maidah : 23)


Semoga Bermanfa'at ^_^

Selasa, 11 Mei 2010

Ikhwan mencari Seorang Akhwat seperti apakah ??

1.Berjilbab : karena ia sering membersihkan / mengeramasi RAMBUTnya dengan JILBAB yang akan menghilangkan KETOMBE dari pandangan lelaki yang belum tentu menjadi JODOH nya !

2.Cerdas / Smart : Ini perlu, untuk kelanjutan visi dakwah, menegakkan Islam di Bumi Allah dan bisa mengambil kebijakan saat kesulitan melanda.

3.Harus bisa masak, terutama makanan yang thoyyib dan halal.

4.Mukanya selalu ceria dan bersinar cerah : Akhwat tersebut harus selalu berhias dan pake’ bedak di WAJAHnya dengan AIR WUDLU, niscaya akan bercahaya diakhirat, dan menyejukkan pandangan.

5.Putih : Seputih ruhani dan hatinya akibat sering Sholat Sunnah di malam hari, hingga hatinya senantiasa bebas dari penyakit hati, seperti dengki, iri, hasutan, dan lainnya.

6.Tinggi : Sebab ia selalu memasang SEPATU JIHAD pada KEDUA KAKInya untuk menegakkan Kebenaran dan Keadilan di bumi, bukan untuk membuatnya Tinggi hati / sombong !!

7.Langsing : dengan tubuhnya yang langsing ia mampu QANAAH, ini diperlukan agar ia mampu Zuhud, berkecukupan dengan ma’isyah, baik sedikit maupun banyak, sehingga dan satu lagi..ia biasa Shoum / Puasa sunnah.

8.Menguasai Teknologi (Komputer / Internet), Psikologi, Manajemen : Untuk mendidik jundi-jundiyah, agar mampu berkiprah di tengah masyarakat dan mengahadapi tantangan jaman..

9.Matanya bening, dan jernih : Akhwat tersebut mampu menjadikan GHADDUL BASHOR (Menundukkan Pandangan) sebagai HIASAN KEDUA MATAnya, niscaya makin bening dan jernih.

10.Punya lesung pipit yang manis : sebab ia selalu merawat LESUNG PIPITnya dengan MASKER SENYUMAN, niscaya senyum-nya akan semakin berseri-seri menawan hati..ehm

11.Pipinya berwarna merah delima : Ia harus menggunakan PEMERAH PIPI pada pipinya dengan Kosmetika RASA MALU yang dijual di SALON IMAN, agar ia terlihat anggun.

12.Bibirnya merekah : karena setiap berhias, ia senantiasa mengoleskan LIPSTIK KEJUJURAN pada BIBIRnya, niscaya akan semakin indah.

13.Tubuhnya bersih (tak ada cela) : sebab ia senantiasa membaluti TUBUHnya dengan PAKAIAN TAQWA, niscaya ia makin bersahaja,

14.Telinganya yang selalu dipakaikan GIWANG MUSTAMI’ (PENDENGAR), agar selalu taat dan patuh kepada ? dan Rasul-Nya, serta nurut pada suami tercinta

15.Bau badannya selalu wangi : sebab ia selalu memakai SABUN ISTIGHFAR untuk meng-hilangkan semua dosa dan kesalahan yang ia lakukan.

16.Lehernya berjenjang : Tak lupa ia selalu mengenakan *KALUNG ‘IFFAH (KESUCIAN) di LEHER jenjangnya, niscaya akan semakin berkilauan.

17.Jari-jemarinya lentik : karena ia menghiasi KEDUA TANGANnya dengan GELANG TAWADHU’ (RENDAH HATI), niscaya orang akan kagum padanya dan memberi JARI-JARI LENTIKnya dengan CINCIN UKHUWAH Islamiyah (persaudaraan di Jalan Allah - ?), niscaya ia makin disayang banyak orang,

18.Mandiri (bisa menghasilkan uang sendiri)