Jumat, 24 Desember 2010

Persembahan Kecil Untuk Para Wanita Shalihah

Wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia, mengalahkan tumpukan Emas, intan dan permata serta perhiasan dunia apapun. hanya wanita shalihlah yang mampu melahirkan generasi rabbani yang selalu siap memikul risalah Islamiyah menuju puncak kejayaan

Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri. mulialah wanita shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah akan menjadikannya bidadari di surga. Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam dalam sabdanya, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah”.(HR.Muslim).

Dalam Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah Swt. memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya. Ia selalu taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up- nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah dzikir kepada Allah. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al-Quran.

Wanita shalihah sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Tidak ada dalam sejarahnya seorang wanita shalihah centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit saat mendapatkan kesenangan. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi. Dia sadar betul bahwa kemuliaannya bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah).

Seperti indahnya pelangi yang menghiasi sore hari, begitulah mungkin perumpamaan wanita sebagai penghias dunia ini. Dan bahkan lebih penting dan berarti lagi dari hanya sekedar perhiasan. Kita mungkin tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya dunia ini tanpa adanya wanita..?

Sungguh tak terbayangkan bagaimana indahnya hidup bersama istri shalihah. Istri yang sejuk dipandang mata, menentramkan hati dan jiwa. Istri yang pandai membahagiakan hati suaminya. Ia tahu apa yang harus ia lakukan sebagai seorang istri terhadap suaminya, sebagai seorang ibu terhadap anak-anaknya, sebagaimana ia dahulu menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya. Kata-katanya santun penuh hikmah. Jika ia senang, tampak dari raut wajahnya yang berseri-seri bak bidadari. Jika marah, ia berusaha menahannya agar tidak diketahui suaminya. Ia selalu meminta maaf meskipun bukan ia yang bersalah. Dan ia selalu memaafkan kesalahan orang lain sebelum mereka memintanya. Itulah ciri wanita shalihah.

Wanita shalihah pandai menjaga lisan, mata dan hatinya. Ia tidak berbicara kecuali yang bermanfaat, tidak melihat kecuali yang halal untuk dilihat, dan tidak pernah menyimpan rasa benci ataupun dendam kepada siapapun. Hatinya luas bak samudera. Jiwanya lembut laksana sutera, namun sikapnya tegas seperti ksatria.

Sungguh tak berlebihan ketika Rasulullah Shalallahualaihi wassalam menyebut wanita shalihah sebagai perhiasan terindah yang ada di dunia. Ya, bahkan ia lebih dari itu. Wanita shalihah adalah tulang punggung bangkitnya generasi baru Islam yang akan memimpin dunia. Berapa banyak para ulama dan mujahid yang terlahir dari rahim seorang wanita shalihah. Tanpa belaian dan kasih sayang wanita shalihah, sangat sulit dibayangkan mereka semua bisa menjadi seperti itu.

Sungguh mengagumkan kehidupan yang dilalui wanita shalihah. Ketika masih kecil, ia menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Ketika beranjak dewasa ia menjadi remaja yang pandai menjaga kehormatan dirinya. Ia tidak terbawa arus pergaulan yang dapat merusak akhlaknya. Ketika menikah ia menjadi istri yang tulus dan setia dengan suaminya. Ia tidak pernah mengkhianatimya, baik ketika pergi maupun berada di dalam rumahnya. Setelah dikaruniai anak, ia menjadi seorang ibu yang bijaksana dalam mendidik anak-anaknya. Ia paham bagaimana harus bersikap semestinya. Ia juga mengerti bagaimana menjaga hak dan kewajibannya, baik terhadap Tuhannya maupun sesama manusia.

Namun meskipun demikian, ia tetaplah manusia. Kadangkala benar, kadang pula salah. Ia juga masih memiliki hati nurani dan air mata, sehingga tak jarang hatinya menangis karena terluka. Ia juga membutuhkan seseorang yang sanggup membimbingnya menuju jalan-Nya. Ia juga ingin berbagi cerita tentang kisah hidupnya, baik dalam mengurus anak maupun mengelola keuangan rumah tangga. Ia juga butuh teman yang selalu berada di sisinya dan mengusap air mata di pipinya di kala ia bersedih.

Sungguh wanita shalihah adalah manusia luar biasa yang pernah ada di dunia. Tak heran jika Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda, “Surga berada di bawah telapak kaki ibu”. Dalam hadits lain ketika ditanya tentang orang yang berhak dilayani beliau bersabda, “Ibumu”, beliau mengulainya sebanyak tiga kali, baru setelah itu beliau melanjutkan, “Ayahmu”. Bahkan dalam Al-Quran, Allah mengabadikan keagungan wanita dengan sebuah surat bernama An-Nisa (wanita-wanita). Tak hanya itu, bahkan nama salah seorang wanita shalihah pun diabadikan menjadi nama surat, Maryam. Allahu Akbar, Walillahil Hamd. Itulah balasan bagi wanita shalihah.

Dua orang gadis, putri Nabi Syuaib yang berjalan malu-malu adalah contoh wanita shalihah di zaman Nabi Musa. Sebelumnya, Asiah, istri Fir’aun yang telah mengasuh Nabi Musa sewaktu kecil pernah menyembunyikan keimanannya. Begitu juga Ratu Balqis ketika memilih beriman dan akhirnya menjadi istri Nabi Sulaiman. Zulaikha yang semula menggoda dan memfitnah Nabi Yusuf pun akhirnya mengakui kesalahannya dan bertaubat kepada Robbnya. Istri Imran yang pernah berdoa dan akhirnya dikabulkan doanya sehingga lahirlah Maryam, ibunda Nabi Isa. Istri Nabi Zakariya yang semula disangka mandul, namun ternyata ditakdirkan melahirkan Nabi Yahya. Istri Nabi Ibrahim yang melahirkan Nabi Ismail di usia tua. Semuanya adalah contoh wanita-wanita shalihah yang kisahnya diabadikan dalam Al-Quran. Subhanallah.

Belum lagi Khadijah, Aisyah, Fathimah, Ummu Sulaim, Khansa dan wanita-wanita shalihah lainnya pada zaman Nabi Shalallahu alaihi wassalam.

Bahkan kita bisa mencontoh istri-istri Rasulullah Saw. seperti Aisyah. Ia terkenal dengan kekuatan pikirannya. Seorang istri seperti beliau bisa dijadikan gudang ilmu bagi suami dan anak-anak.
Khadijah, figur istri shalihah penentram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang di jalan Allah Swt. Beliau berkorban harta, kedudukan, dan dirinya demi membela perjuangan Rasulullah. Begitu kuatnya kesan keshalihahan Khadijah, hingga nama beliau banyak disebut-sebut oleh Rasulullah walau Khadijah sendiri sudah meninggal.

Mungkin dunia ini takkan berwarna tanpa hadirnya wanita. Bahkan kenikmatan surga terasa tak lengkap tanpa ditemani wanita. Jika tidak, mengapa Nabi Adam harus ditemani oleh Siti Hawa? Memang wanita bukan segalanya, namun hampir seluruh manusia telahir dari rahim seorang wanita. Maka beruntunglah bagi wanita shalihah. Wanita yang mengerti kemuliaan dirinya.

Salah satu indikasinya bahwa ia imannya kuat adalah kemampuannya memelihara rasa malu. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Ia tidak akan berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah. Ia sadar bahwa semakin kurang iman seseorang, makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, makin buruk kualitas akhlaknya.

Pada prinsipnya, wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rambu-rambu kemuliaannya bukan dari aneka aksesoris yang ia gunakan. Justru ia selalu menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Kecantikan satu saat bisa jadi anugerah yang bernilai. Tapi jika tidak hati-hati, kecantikan bisa jadi sumber masalah yang akan menyulitkan pemiliknya sendiri.

Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make upapa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia “polos” tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya.

Jika ingin menjadi wanita shalihah, maka belajarlah dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui. Ambil ilmunya dari mereka.

Bisa jadi wanita shalihah muncul dari sebab keturunan. Seorang anak yang baik akhlak dan tutur katanya, bisa jadi gambaran seorang ibu yang mendidiknya menjadi manusia berakhlak. Sulit membayangkan, seorang wanita shalihah ujug-ujug muncul tanpa didahului sebuah proses. Di sini, faktor keturunan memainkan peran. Begitu pun dengan pola pendidikan, lingkungan, keteladanan, dan lain-lain. Apa yang tampak, bisa menjadi gambaran bagi sesuatu yang tersembunyi. Banyak wanita bisa sukses., Namun tidak semua bisa shalihah.

Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri. Tidak akan rugi jika seorang remaja putri menjaga sikapnya saat mereka berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Bertemanlah dengan orang-orang yang akan menambah kualitas ilmu, amal, dan ibadah kita. Ada sebuah ungkapan mengatakan, “Jika kita ingin mengenal pribadi seseorang maka lihatlah teman-teman disekelilingnya. ”

Peran wanita shalihah sangat besar dalam keluarga, bahkan negara. Kita pernah mendengar bahwa di belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang wanita yang sangat hebat. Jika wanita shalihah ada di belakang para lelaki di dunia ini, maka berapa banyak kesuksesan yang akan diraih.

Beruntunglah bagi setiap lelaki yang memiliki istri shalehah, sebab ia bisa membantu memelihara akidah dan ibadah suaminya. Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa diberi istri yang shalehah, sesungguhnya ia telah diberi pertolongan (untuk) meraih separuh agamanya. Kemudian hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam memelihara separuh lainnya.” (HR Thabrani dan Hakim).

Ku persembahkan tuk para “wanita Shalehah “…

Air Mata Keinsafan

Kenapakah begitu susah untuk aku mengubah diri ini agar menjadi insan berguna pada mata Illahi?
Kenapa begitu sukar diri ini untuk menerima segala kebenaran yang diajarkan padaku?
Begitu hitamkah hati ku ini?
Begitu menggunungkah dosa diri ini?
Layakkah aku untuk meminta ampunanMu ya Allah?
Masih adakah ruang untuk hidayahMu bertapak dalam ruangan hati hitam ini ya Allah?


Kenapa begitu susah diri ini untuk mengalirkan air mata apabila disebut nama yang Maha Esa...?
Kenapa begitu berat air mata ini untuk mengalir mendengar nama Rasulullah s.a.w.?
Kenapa begitu jauh diri ini jika dibanding dengan para pejuang Islam yg lain?
Aku jua muslim yang sama-sama ingin melihat kebangkitan Islam...
Aku jua muslim yang bersama-sama melawan arus jahiliyah...
Tapi diri ini tetap ku rasakan masih sungguh jauh untuk menghampiri gerbang syurgaMu ya Allah...
Tapi aku tidak sanggup dengan siksaan api nerakaMu...


Ya Allah.....
Hinanya diri ku ini ya Allah...
Kotornya diri ku ini ya Allah...
Jijiknya diri ku ini ya Allah...
Berilah hidayah padaku ya Allah...
Janganlah Kau tinggalkan aku walau sesaat...
Pimpinlah aku dalam setiap detik perbuatanku...
Aku tidak sanggup jika Kau berpaling dari memandang diri ini...
Tidak sanggup ya Allah...
Segala-galanya aku berserah pada Mu...
Aku tidak dapat membayangkan diriku tanpa pimpinanMu ya Allah...
Aku tidak sanggup menjadi sehina-hina manusia pada pandanganMu...
Astaghfirullahal'azim...
Ampunilah aku dalam setiap kejahilan dan kelekaanku...
Hanya pada Engkau aku bergantung dan mengharap segala-galanya...


Air mata membasahi pipi...


Adakah ini air mata keinsafan???
Ini adalah air mata kehinaan yang melanda diri ini...
Diri ini sedih dengan apa yg telah hambaMu ini lakukan...
Aku ingin meminta sesuatu dari Mu...
Tapi aku sungguh malu padaMu ya Allah...


Aku teringat perjuangan Hassan Al-Banna...
Aku sangat mengagumi perjuangan beliau...
Aku mengagumi perjuangan Syed Qutub...
Tapi ya Allah... aku malu ya Allah untuk menyatakannya...
Masih layakkah diri ini menyebut nama Hassan Al-Banna? Nama Syed Qutub?
Masih tersisakah pejuang sepertinya untuk diri ini...
Malunya aku ya Allah dengan permintaan ini...
Aku tidak layak memikirkan tentangnya...


Wanita seperti manakah yang Kau pilihkan untuk mereka...?
Wanita yang bagaimanakah yang telah Kau pilih untuk melahirkan mereka?
Semestinya seperti Zainab Al-Ghazali dan mereka yang seangkatan dengan beliau...
Aku ingin sekiranya boleh mendampingi orang-orang sekaliber mereka.
Seorang yang hidupnya semata-mata untuk Allah.
Mereka tak tergoda rayuan harta dan benda apalagi wanita.
Aku ingin sekiranya boleh menjadi seorang ibu bagi mujahid-mujahid seperti Hassan Al-Banna.
Masih tersisakah mujahid seperti Al-Banna untukku ya Allah...?
Layakkah diri ini untuk menjadi peniup semangatnya?
Aku sungguh malu menyatakannya ya Allah...
Sungguh hina diri ini... sungguh kotor diri ini...
Sungguh lemah diri ini untuk mujahid seperti mereka...


Air mata ini jika dialirkan hingga titisan terakhir,
Namun ia masih tidak mencukupi untuk menyatakan rasa bersalah dengan dosa-dosa diri ini yang menggunung tinggi...


Ya Allah...
Pimpinlah daku...
Janganlah Kau tinggalkan aku walau sesaat cuma
Aku tidak sanggup dibiarkan dlm lumpur dosa2 hina...
Ampunilah aku ya Allah...
Astaghfirullaha'lazim...
Astaghfirullahal'azim...
Astaghfirullahal'azim...

Antara Sabar Dan Mengeluh

Pada zaman dahulu ada seorang hamba Allah bernama Abul Hassan yang menunaikan haji di Baitul Haram. Sewaktu tawaf tiba-tiba dia melihat seorang wanita yang bersinar wajahnya.
" Demi Allah, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah wanita itu, tidak lain pasti kerana tidak pernah risau dan bersedih hati."
Wanita itu yang kebetulan mendengar ucapan Abul Hassan bertanya,
" Apakah katamu wahai saudaraku? Demi Allah aku tetap terbelenggu oleh perasaan dukacita dan luka hati kerana risau."

Abul Hassan bertanya, " Bagaimana hal yang merisaukanmu?"
Wanita itu menjawab, "Pada suatu hari ketika suamiku sedang menyembelih kambing korban dan aku mempunyai dua orang anak yang sudah boleh bermain manakala yang satu lagi masih menyusu, dan ketika aku bangun untuk membuat makanan anak pertamaku berkata kepada adiknya, " Hai adikku, sukakah kamu jika aku tunjukkan padamu bagaimana ayah menyembelih kambing?"
Jawab adik, " Baiklah kalau begitu?"

Lalu disuruh adiknya baring dan disembelihkannya leher adiknya itu. Kemudian dia merasa takut setelah melihat darah memancut keluar dan lantas lari ke bukit yang mana di sana dia dimakan oleh serigala, lalu ayahnya pergi mencari anaknya sehingga mati kehausan dan ketika itu aku letakkan bayiku untuk keluar mencari suamiku, tiba-tiba bayiku merangkak menuju ke periuk yang berisi air panas, ditariknya lalu tumpah dan mengenai badannya habis melecur kulit badannya. Berita ini terdengar kepada anakku yang telah berkahwin dan tinggal di daerah lain, maka dia jatuh pengsan hingga sampai ajalnya. Dan kini aku tinggal sebatang kara."

Lalu Abul Hassan bertanya, " Bagaimanakah kesabaranmu menghadapi semua musibah yang sangat hebat itu?"
Wanita itu menjawab, " Tiada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dengan mengeluh melainkan dia menemukan diantara keduanya ada jalan yang berbeda. Walaupun sabar dengan memperbaiki yang lahir, maka hal itu baik dan terpuji akibatnya. Dan dengan mengeluh, maka orang itu tidak mendapat apa-apa malah sia-sia belaka."

Kesimpulan cerita, kesabaran sangat digalakkan oleh agama dan harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah dalam setiap musibah dan dugaan daripada Allah. Kerana itu Rasulullah s.a.w. bersabda dalam firman Allah dalam sebuah hadith Qudsi: " Tidak ada balasan bagi hambu-Ku yang mukmin, jika Aku ambil kekasihnya dari ahli dunia kemudian ia sabar, melainkan syurga baginya."

Begitu juga mengeluh, perbuatan ini sangat dikutuk oleh agama dan hukumnya haram, kerana itu Rasulullah s.a.w. bersabda: " Tiga macam daripada tanda kekafiran terhadap Allah: merobek baju, mengeluh dan menghina nasab orang."
Dan sabdanya pula, " Mengeluh itu termasuk kebiasaan Jahiliyyah, dan orang yang mengeluh jika dia mati sebelum taubat maka Allah akan memotongnya bagi pakaian dari wap api neraka."
(Riwayat oleh Imam Majah)
Semoga kita dijadikan sebagai hamba Tuhan yang sabar dalam menghadapi segala musibah..
" Dan bersabarlah kamu, bahawasanya kesabaran kamu itu tidak mungkin melainkan dengan Allah."
(Surah An-Nahl 16:127)
Wallahualam.

Jumat, 05 November 2010

Status " Tunangan " Kok Jadi Alasan

Pernahkah kalian melihat pasangan yang berjalan dengan pacarnya, makan bersama, duduk bersama ? Bedakan dengan yang masih pacaran dengan yang sudah menikah. Kebanyakan yang masih pacaran suka over menunjukkan sesuatu yang mereka anggap biasa, misalnya dengan cara jalan bergandengan melingkarkan tangannya ke pinggang si cewek, duduk berdempetan saking dempetnya kayak perangko dan amplop. Sedangkan yang sudah menikah pasti caranya berbeda dengan yang masih pacaran, mereka lebih memilih untuk tidak mengumbar di tempat umum. Ya mungkin karena masih seneng-senengnya orang pacaran, jadi mereka pamer ke orang lain " ini lho pacaraku, semuanya ku berikan padanya. "
haduuhh...

Beberapa bulan yang lalu temanku baru bertunangan dengan seseorang yang menurutku cukup mapan. Ku tanya dia, " Apa yang kau cari dari sosok tunanganmu itu ? dia menjawab, " Aku ingin dia jadi imamku nanti. "
Aku makin penasaran, " Nanti ? Kenapa ga sekarang aja ? Dia udah mapan, agamanya kuat, sholeh.. "
" Aku belum siap , makanya tunangan dulu. Ya itung-itung persiapan dulu gitu. "
" Terus kamu ngapain aja sama dia ? "
" Ya kadang ketemuan, jalan bareng, makan bareng, nonton bareng, ya kayak orang biasanya. "

Penasaranku belum juga hilang, entah kenapa temanku bisa mengambil jalan " tunangan " itu ! Kalaupun belum siap, lebih baik jangan membuat ikatan apapun. Kalau seandainya memang benar-benar cinta, kenapa harus mengambil jalan itu ? Kalau mau tunggu sampai waktunya tiba, kalau tidak mau lebih baik cari yang lain.
Tunangan itu hanya status, mau membatalkannya pun juga tak apa karena belum ada ikatan yang sah dalam islam maupun hukum. Tunangan itu biasanya dengan simbol cincin, itu pun tidak ada pengaruhnya sama sekali.

So, jangan jadikan status tunangan untuk alasan agar bisa melakukan hal-hal yang belum tentu kita sanggupi. ok ^_^

Rabu, 20 Oktober 2010

Dicintai dan Mencintai Allah

Seseorang pastilah merasakan apakah itu cinta. Karena cinta itu merupakan sebuah anugrah dari Allah SWT. Apalagi setiap manusia pasti ingin dicintai oleh Allah SWT. Cinta Allah dapat diraih dengan menunaikan hak-hakNya dan demikian juga cinta manusia dapat diraih dengan menunaikan hak-haknya dan memperlakukan mereka secara adil dan baik. Mendapat cinta Alloh adalah tujuan utama seorang hamba dalam hidupnya, maka wajib bagi seorang hamba untuk mengetahui hal-hal yang mendatangkan kecintaan Alloh.

Apabila kita ingin dicintai oleh Allah SWT, maka cinatilah oleh kita semua Allah SWT.
“Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah hendaklah dia mengamati bagaimana kedudukan Allah dalam dirinya. Sesungguhnya Allah menempatkan hambaNya dalam kedudukan sebagaimana dia menempatkan kedudukan Allah pada dirinya.” (HR. Al Hakim)
Dengan cinta demikian serasa engkau akan selalu merasakan bahwa Allah selalu disampingmu. Melindungimu, memberikan ketenangan hati bagi kita semua.

“Barangsiapa mengutamakan kecintaan Allah atas kecintaan manusia maka Allah akan melindunginya dari beban gangguan manusia.” (HR. Ad-Dailami)
Dan kita hendaknya selalu menjaga perilaku yang baik dan menjahui perbuatan yang maksiat. Serta selalu mengerti keadaan tetangga, dan saudara kita, menjalin persatuan dan kesatuan serta memperkokohnya.
“Barangsiapa ingin dicintai Allah dan rasulNya hendaklah dia berbicara benar (jujur), menepati amanat dan tidak mengganggu tetangganya.” (HR. Al-Baihaqi)
“Paling kuat tali hubungan keimanan ialah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Ath-Thabrani)

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).{Q.S Al-Baqarah : 165}

Cinta kepada Allah juga akan mendatangkan ampunan bagi seorang hamba. Karena Allah Maha Penyayang dan Maha Pengampun. Namun tidak mudah seorang hamba dalam mendapatkan cinta Allah, sebelum dia mampu untuk mencintai Allah.

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.{Q.S Al-imran: 31}

Minggu, 03 Oktober 2010

Akhwat menyatakan cinta ??

Diskusi siang itu bisa dibilang cukup menarik. Setelah selesai menunaikan sholat dhuhur, sejenak kusandarkan tubuhku di tiang masjid Al Itqon sembari bercengkrama bersama para aktivis kampus. Hadir dalam forum halaqoh itu ketua DPM, mantan ketua DPM, satu anak dari KAMMI dan aku sendiri.

Awalnya, kami berempat membicarakan seputar pacaran terselubung di dalam tubuh jama’ah (yang jelas bukan jama’ah sholat dhuhur atau jama’ah tabligh ^_^). Tren yang ada sekarang, kata mereka, adalah fenomena angkat-mengangkat adik-kakak antar anggota ikhwan dan akhwat.

"Wuih, asyik dong," selorohku.

Lalu aku berusaha menjelaskan kepada mereka tentang fenomena ini. Kukatakan kepada mereka bahwa bukankah sebenarnya kita ini memang sudah sebagai saudara? Bukankah Allah telah berfirman, innamal mukminuuna ikhwah (sesungguhnya antar orang Islam itu bersaudara). Jadi, memang sudah seharusnya kita memposisikan sesama muslim itu sebagai saudara kita meskipun kita tidak mengatakan bahwa you itu kakakku or gue itu adikmu.

Pertanyaannya adalah, ngapain juga mereka melakukan upacara angkat-mengangkat kakak-adik segala? Apakah ketika setelah dilakukan deklarasi kakak-adik itu lantas aturan-aturan main dalam pergaulan dengan non-mahram kemudian bisa ditanggalkan atau bisa lebih dicairkan? Yang dulunya non-mahram bakal menjadi mahram, gitu? Mana bisa brur!

Aku yakin deklarasi itu juga berawal dari intensitas pertemuan antar mereka (ikhwan-akhwat yang saling mengangkat saudara itu) yang cukup tinggi, sehingga mereka sudah melewati proses ta’aruf, tafahum, takaful,… akhirnya tahabbub dan mungkin juga tasyabbuh, he-he. Yah, intinya tetap waspada dengan adanya udang dibalik tahu, eh batu ^_^.

Bisa jadi ini adalah nama dan bentuk baru dari HTSan. Ciri-cirinya juga cenderung sama. Mereka cenderung nggak peduli alias cuek bebek dengan kontrol sosial (kontrol jama’ah) dan justru dengan bangganya berkata, "I don’t care." (He-he, SBY banget neh… Maklum, pendukungnya… ^_^).

Yah, yang pasti aku berada dalam posisi kontra dengan deklarasi-deklarasi semacam itu. Aku dulu neh, ketika masih di Bening, biasa juga koq menyapa dengan sebutan-sebutan Dek Ani, Dek Widya, Dek Holy, Mbak Ida… datar-datar saja, biasa-biasa saja. Nggak perlu pake deklarasi kakak-adik segala, nggak perlu special relationship. Yang lebih tua kuanggap sebagai kakak atau embak, yang lebih muda kuanggap sebagai adik. Selesai, finish. Hak non-mahram tetep berjalan, ukhuwah bisa tereratkan.

Selanjutnya, diskusi kami lanjutkan dengan tema yang lebih hot. Mamat, Sang Ketua DPM, memaparkan fakta akan banyaknya akhwat lanjut usia (30an tahun keatas maksudnya ^_^) yang galau dan cemas lantaran statusnya yang masih virgin. Ia menjelaskan bahwa fenomena ini sebenarnya bukan mutlak salah para ikhwan yang nggak care dengan akhwat-akhwat tersebut. Akan tetapi pihak akhwat seharusnya juga harus bisa lebih proaktif dalam menjemput jodohnya. Jika memang sudah ada ikhwan yang dipandang mampu dan memenuhi kriteria, maka tidak ada salahnya jika para akhwat tersebut menawarkan diri kepada ikhwan tersebut.

Hmm… aku sih sepakat-sepakat saja. Memang benar apa yang dikatakan Mamat tadi. Budaya lokal yang cenderung patrimonial tampaknya telah membelengu budaya syari’at untuk diterapkan. Syari’at menempatkan ekualitas gender dengan begitu anggunnya. Islam mampu menangkap sinyal-sinyal kegalauan semacam ini sehingga lahirlah aturan-aturan syari’at yang mengoreksi kealpaan aturan-aturan budaya lokal yang cenderung tidak sesuai dengan fitroh manusia.

Dalam aturan Islam, tidak ada salahnya ketika seorang akhwat menawarkan diri kepada seorang ikhwan yang dipandang telah mampu atau memiliki kriteria-kriteria yang diinginkan. Lembaran sejarah Islam telah mengkisahkan seorang Ummul Mukminin, Khadijah ra., yang berinisiatif untuk menawarkan dirinya kepada manusia termulia di dunia, Muhammad SAW. Bayangkan jika Khadijah waktu itu mengikuti budaya arab jahili yang sangat patrimonial (bahkan cenderung menghinakan wanita) dan bayangkan pula jika ia bersikap malu-malu mau ^_^ sehingga tidak berani untuk "nembung" ke baginda Rasul, sang manusia utama. Maka, niscaya pernikahan tidak akan terjadi dan kesempatan emas pun terlewati. Dan jika hal itu terjadi waktu itu, maka aku mo bilang ke bunda Khadijah, "Kaciaaan dech lo…" ^_^

Kisah penawaran diri wanita ini bukanlah barang langka dalam sejarah Islam. Setelah Khadijah mangkat, Rasulullah SAW. tercatat pernah menerima tawaran seorang sahabiyyah. Ketika itu datang seorang wanita yang berkata kepada rasul, "Ya Rasululah, aku datang untuk menyerahkan diriku kepadamu". Lantas Rasulullah melihat wanita itu keatas dan kebawah, setelah itu beliau diam. Tampaknya sang wanita paham akan isyarat Rasul tadi sehingga iapun tertunduk. Yes my sister, Rasul menolak "tembakan" yang datang dari akhwat tadi. Nah, kalo’ kamu-kamu pengin tahu kisah selengkapnya, silakan baca bukunya Fauzil Adhim yang judulnya "Saatnya Menikah", terbitan Pro-U Jogja.

Intinya, nggak ada salahnya koq jika "tembakan" itu datangnya dari pihak akhwat. Tidak ada istilah cewek norak, agresif, nggak punya harga diri atau ‘iffah dalam hal ini. Yang norak itu justru kalo’ ada akhwat yang sudah siap nikah terus nggak ngelakuin apa-apa buat cari ikhwan yang sholih. Emang sih jodoh itu ditangan tuhan, tapi jika nggak kamu minta ya nggak bakal dikasih juga. Ingat, Allah bilang, "ana ‘inda dzonni ‘abdi" (Aku sesuai dengan persangkaan (keinginan) hambaku). Allah juga berfirman, "innallaha la yughoyyiru ma biqoumin hatta yughoyyiru ma bi anfusihim" (Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka berusaha mengubah keadaan mereka).

Dalam masalah menjaga harga diri atau ‘iffah dikalangan para akhwat, juga terdengar kabar bahwa kalo’ akhwat menikah itu hendaknya dengan ikhwan yang belum dikenal sebelumnya. Supaya lebih suci katanya. He-eh, aku bilang, "Mbak… mbak, nggak usah ideal-ideal banget lah. Nggak usah berlindung dibalik kesucian diri atau justru sok suci diri dech, Utsman bin ‘Affan saja menikah dengan Ruqayyah yang sudah dikenal akrab sejak masa kecilnya, demikian pula kisah cinta Rasulullah dengan ‘Aisyah. Bukankah ini justru akan lebih melanggengkan rasa cinta diantara mereka? Bagiku, menikah dengan rasa cinta tentu akan lebih bermakna. Ya minimal khan nggak usah nadhor lagi…" ^_^


Teman, diskusi singkat tadi dengan nyata telah menyentuh titik sadarku bahwa ternyata banyak diantara para akhwat yang sok suci, sok tahu syari’at dan mempersulit diri dalam proses pernikahan sehingga berakibat fatal bagi masa depannya. Jadi, bagi para akhwat yang sudah siap tuk married, maka jangan ragu lagi… katakan cinta…

Jumat, 01 Oktober 2010

Kekuatan Senyum ^_^

Senyum yang tulus termasuk hal pokok dalam hubungan kemanusiaan, untuk mencipta persahabatan yang berhasil, dalam membangun hubungan keluarga, juga dalam segala hubungan dengan sesama manusia; antara saudara yang satu dengan yang lainnya; antar sesama sahabat; antar teman; atasan dan bawahan. Sebab senyuman melambangkan cinta dan kasih sayang. Senyum seolah-olah seperti kata-kata cinta yang disampaikan seorang sahabat kepada sahabatnya!

Rasulullah senantiasa memotivasi seorang muslim untuk menemui saudaranya dengan wajah yang ceria. Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah engkau sekali-kali meremehkan suatu kebaikan, walaupun itu hanya sekadar untuk menemui saudaramu dengan wajah ceria”.(HR. Muslim).

Senyum juga diibaratkan harta karun yang berharga yang tidak membebani anda dengan satu dirham atau juga dollar pun. Senyum merupakan kunci dari segala kebaikan dan penutup dari segala kejahatan. Senyum mempunyai kekuatan sihir yang ajaib dan pengaruhnya sangat menakjubkan. Seseorang tidak mungin mengabaikannya senyuman, jika ingin mendapatkan cinta dari orang lain. Senyum adalah kuncinya.


Rasulullah saw. bersabda, “Senyumanmu di hadapan saudaramu adalah sedekah”. (HR. Tirmidzy).

Pepatah China yang mengatakan, ‘Orang yang tidak bisa tersenyum dengan baik, tidak layak untuk berdagang’

Syawab, seorang direktur pada salah satu perusahaan baja di Amerika mengatakan bahwa dia dapat menghasilkan milyaran dolar per tahunnya dengan senyuman. Dia berkata, “Dengan senyumku, aku bisa mendapat milyaran dolar.”


Laki-laki dan wanita berbeda dalam hal senyum. Wanita lebih banyak tersenyum dibandingkan laki-laki, namun bukan berati bahwa wanita lebih bahagia daripada lelaki. Hal itu disebabkan, karena wanita akan kelihatan bertambah cantik dan bersinar dengan senyuman. Terkadang wanita akan tersenyum dalam kondisi cemas atau pun tidak tenang. Wanita yang banyak tersenyum menunjukkan bahwa dia mempunyai jiwa kewanitaan yang sempurna. Sementara seorang laki-laki yang banyak tersenyum menuNjukkan bahwa dia adalah orang yang familiar.


Oleh sebab itu senyum merupakan kunci bagi semua hati, bahkan hati yang terkunci rapat sekali pun. Jika anda melihat seseorang yang muram, wajahnya menggambarkan kekalutan serta kegelisahan, maka tidak ada hal lain yang lebih layak anda lakukan di depannya kecuali dengan memberikan senyuman. Kemudian anda pun akan melihatnya tersenyum tanpa dia menyadarinya, dan bisa jadi akan menjadi seorang teman yang tulus bagi anda.


Dikatakan juga bahwa ketika seseorang tersenyum, maka 13 syaraf wajah bekerja. Sementara ketika seseorang cemberut dia telah memperkerjakan 47 syaraf. Lalu, mengapa anda harus berbuat zhalim terhadap diri dan urat-urat anda dengan cemberut, bukan tersenyum?


Jadikanlah senyum sebagai tanda jati diri kita. Senyum yang cantik akan membuat wajah semakin tampak indah dan bersinar, mampu menitikkan kesan tersendiri di hati, serta dapat menebarkan kebahagiaan dan keceriaan di antara kawan-kawan. Untuk itu, cobalah untuk belajar meninggalkan kebiasaan bermuram durja dan bermuka masam. Karena dengan itu akan membuat wajah menjadi suram dan bibir juga terlihat kusam


Senyum tulus, hangat, yang lahir dari hati merupakan salah satu rahasia kesuksesan. Senyuman adalah kunci hati juga merupakan simbol cinta dan kasih sayang.

Oleh sebab itu,, Tersenyumlaaaaah, dan kita akan tetap hidup!
^^, hohoho..